Jakarta – Baru-baru ini viral dalam video ceramah, Ustaz Abdul Somad menyatakan bahwa jika menonton drama Korea termasuk dalam bagian orang kafir. Pernyataan itu diungkapkan oleh UAS setelah seorang jamaah bertanya, “Apa hukumnya menggemari, menyukai film Korea?”
Terkait pertanyaan tersebut, Ustaz Abdul Somad menjawab, “Jangan suka kepada orang kafir, siapa yang suka kepada orang kafir, maka dia bagian dari kafir itu. Condong artinya pada orang kafir.”
Namun, pernyataan ini dibantah oleh Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi. Dalam sambungan telepon, Senin 16 September 2019, ia menyatakan bahwa orang Muslim yang baik tidak dengan mudah mengkafirkan orang lain.
Hal itu, sambung Masduki, berdasarkan pada apa yang dikatakan Nabi Muhammad SAW, bahwa tidak mengkategorikan seseorang kafir sementara yang dikafirkan itu bukan orang kafir, maka hal tersebut akan berbalik kepada dirinya sendiri. Artinya, Nabi meminta kepada umatnya harus sangat berhati-hati dalam mengkafirkan seseorang.
“Masa orang nonton drama kafir? nonton bioskop masa kafir? Orang nonton itu tidak kafir. Enggak benar kalau orang nonton film atau drama Korea atau apapun enggak benar (kafir),” ucapnya.
Menurut Masduki, di era saat ini di mana batas kebudayaan antar negara satu dengan lain sudah mulai tidak ada, terjadi akulturasi. Artinya, satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya akan saling mempengaruhi. Dengan demikian, seseorang tidak boleh dengan mudah memberikan label pada sebuah kebuadayaan kafir.
Yang terpenting adalah tidak mengambil prinsip yang bertolak belakang dengan nilai norma dan agama, seperti kemusyrikan. Selain itu, di Alquran juga terdapat aturan salah satunya tontonan yang mengandung unsur pornografi atau yang mengumbar aurat.
“Ada norma-norma umum, batas tertentu yang sudah dipahami orang Islam tentang agamanya. Itu saja sebenarnya dan enggak benar mudah mengkafirkan orang,” imbuh Masduki.
Ia beranggapan bahwa mungkin kekhawatiran inilah yang ingin diungkapkan oleh Ustaz Abdul Somad dalam ceramahya. Bahwa pengaruh budaya seperti Korea bisa membuat anak-anak muda kehilangan identitasnya. Ia pun ikut menghimbau agar tidak mengambil budaya lain terlalu jauh hingga kehilangan identitas budaya sendiri, terlebih yang bertolak belakang dengan prinsip nilai Islam. (Hr-www.harianindo.com)