Jakarta- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengungkapkan bahwa eksodus 835 mahasiswa asal Papua dan Papua Barat buntut dari perkara provokasi dan berita hoaks. Ia menuding bahwa ada pihak yang menyebar isu bahwa mahasiswa Papua-Papua Barat yang mengenyam pendidikan di luar daerahnya akan menerima tekanan dan ancaman.
“(Eksodus) ini akibat dari adanya provokasi, akibat adanya informasi yang tidak benar,” ungkap Wiranto di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (09/09).
Wiranto menjelaskan bahwa isu tekanan dan ancaman terhadap mahasiswa yang berasal dari Papua-Papua Barat adalah bertia hoaks. Ia menyatakan bahwa isu tersebut telah ditampik secara tegas dan langsung oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat berdialog dengan mahasiswa yang telah melakukan eksodus.
Dalam kesempatan tersebut, ia mengklaim bahwa mahasiswa dan orang tuanya menyesali bahwa mereka telah percaya begitu saja dengan berita bohong dan berharap bisa kembali melanjutkan kembali pendidikannya.
Selain disebabkan provokasi dan hoaks, ia memaparkan bahwa eksodus mahasiswa Papua-Papua Barat terjadi lantaran adanya seruan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) saat kerusuhan melanda Papua-Papua Barat pada 23 Agustus 2019. Namun, ia berdalih bahwa MPR telah mencabut seruan tersebut.
“Yang menarik adalah, 9 September ini dari MRP memberikan seruan bagi mahasiswa Papua di semua kota studi di wilayah NKRI untuk tetap melanjutkan studi. Yang belum kembali, jangan kembali, lanjutkan studi,” jelasnya.
Adapun mahasiswa yang telah kembali ke Papua-Papua Barat, ia berkata MRP mengimbau untuk segera kembali ke daerah tempatnya mengenyam pendidikan. Wiranto mengungkapkan bahwa banyka mahasiswa yang telah melakukan eksodus, yakni sebanyak 835 orang.
“Dan Panglima TNI sudah menjanjikan agar tidak ada kesulitan transportasi, beliau telah menyediakan dua Hercules C130 untuk mengangkut adik-adik kita, anak-anak kita kembali ke studi,” ujar Wiranto.
Lebih dari itu, Wiranto bakal menganjurkan pejabat pemerintahan hingga aparat di daerah untuk menjadikan sejumlah mahasiswa dari Papua-Papua Barat sebagai anak asuh. Hal itu dilakukan untuk memberikan kenyamanan bagi para mahasiswa asal Papua.
“Di mana pun mereka berada, mereka menjadi keluarga besar Indonesia. Tidak terisolir, tidak eksklusif,” tukasnya. (Hr-www.harianindo.com)