Jakarta – Mahkamah Agung (MA) mencabut kebijakan alih fungsi ruas jalan untuk pedagang kaki lima. Kebijakan ini diklaim bertolak belakang dengan Pasal 127 ayat 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 terkait Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Alih fungsi badan jalan pernah dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, di ruas Jl Jatibaru, Tanah Abang. Jalanan umum itu dijadikan tempat berdagang para PKL Tanah Abang. Kebijakan tersebut tertuang dalam Pasal 25 ayat 1 pada Perda Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum.
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah mengingatkan Anies agar tidak membeda-bedakan masyarakat di mata hukum, termasuk bagi para pedagang kaki lima di Tanah Abang.
“Enggak bisa dong hukum tidak berlaku untuk masyarakat kecil, semua harus adil. Kalau begitu nanti tatanan hukum jadi rusak,” kata Trubus saat dihubungi, Jumat (23/08).
Dia juga beranggapan jika Anies tetap mengizinkan PKL berdagang di Jalan Jatibaru, Tanah Abang maka akan mencederai budaya hukum yang ada.
“Lalu ada budaya hukum. Budaya hukum itu mengenai perilaku. Jadi kalau orang kecil dibolehkan melanggar itu merusak budaya hukum,” ungkapnya.
Selain itu, kata Trubus, apabila Anies tidak menjalankan putusan MA terkait alih fungsi ruas jalan untuk PKL itu akan berpotensi memunculkan kecemburuan sosila antar masyarakat.
“Kalau sampai budaya hukum jadi tidak baik nanti masyarakat melakukan pelanggaran boleh berdagang, bukan cuman di Tanah Abang, kenapa enggak di Monas aja,” tegasnya.
Untuk itu, dia mengingatkan, Anies tetap pro dengan rakyat yang lemah dengan cara-cara yang benar. Tetapi, lanjut dia, jangan sampai dengan dalih niat baik untuk membantu tapi malah mencederai dengan pelanggaran hukum.
“Kebijakan populis itu ingin membela yang lemah, tetapi kebijakan itu enggak boleh melanggar aturan, jangan mendorong masyarakat kecil melanggar aturan,” tandas dia.
Sebelumnya, William Aditya, anggota DPRD DKI dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berharap dengan petugas itu ke depannya perlu dilakukan pembinaan pada PKL.
“PKL harusnya dibina ditempatkan di tempat yang aman sesuai aturan sehingga mereka bisa berdagang dan mencari nafkah secara baik dan tenang dan juga yang paling penting kami memperjuangkan hak pejalan kaki yang selama ini di kota ini masih belum dapat haknya,” tegas William yang juga penggugat Perda tersebut dalam jumpa pers di DPP PSI, Jakarta Pusat, Rabu (21/08).
William juga mengharapkan bahwa trotoar bisa bersih dari para pedagang. Sebab pejalan kaki juga mempunyai hak untuk mendapatkan jalanan yang layak.
Pascaputusan MA, PSI berharap segera diwujudkan oleh Pemprov DKI. Mereka juga meminta masyarakat juga ambil bagian dalam mengawal putusan tersebut.
Anies angkat bicara terkait permintaan PSI itu. Dia membandingkan perlakuan antara pelanggaran yang dilakukan pedagang kecil dan pengusaha besar.
“Sering kali pelanggaran pada yang kecil dan miskin ramai kita viralkan dan caci-maki, tapi pelanggaran yang besar dan raksasa luput dari perhatian. Penyedotan air tanah di Thamrin dan Sudirman tidak ada yang potret, viral dan tak ada yang nuntut di MA (Mahkamah Agung),” kata Anies di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (22/08).
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu melakukan klasifikasi terhadap alasan di balik adanya pelanggaran yang dilakukan untuk masyarakat, yaitu karena kebutuhan dan karena keserakahan. Dia meminta agar pelanggaran lantaran kebutuhan hidup seperti rakyat kecil atau PKL dapat diatasi dengan memberikan solusi juga, tidak hanya masalah hukuman semata.
“Yang melanggar karena keserakahan ditindak secara hukum. Yang melanggar karena kebutuhan harus diselesaikan solusi untuk kebutuhannya. Karena ada kebutuhan hidup. Jangan sampai kita lebih sensitif pada pelanggaran rakyat kecil dan insensitif pada pelanggaran yang besar. Padahal yang besar itu melanggarnya karena keserakahan,” tuturnya.(Hr-www.harianindo.com)