Jakarta – Sekretaris Umum Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Sahat Martin Philip Sinurat merasa kecewa dengan pernyataan Ustad Abdul Somad (UAS) yang viral di media sosial terkait simbol salib dan jin kafir. Kendati demikian, kata Sahat, GAMKI akan memaafkan Uas jika ia meminta maaf.
Jika UAS tidak dengan segera melakukan klarifikasi terhadap pernyataannya tersebut, dikhawatirkan dapat menggerus nilai-nilai toleransi yang ada di masyarakat.
Video cuplikan ceramah UAS yang menyinggung simbol agama Kristen tealh ramai dan viral diperbincangkan di media sosial.
“Kita tidak tahu kapan video itu dibuat dan disebar, namun cuplikan ceramah ini sudah meresahkan umat Protestan dan Katolik di berbagai daerah,” kata Sahat.
Ia menyatakan bahwa banyak pihak yang menekan agar GAMKI segera melayangkan laporan terhadap UAS atas ceramahnya yang menistakan simbol agama Kristen. Menurutnya, selain diduga menghina kepercayaan dari pemeluk agama lain, ucapan ini juga dapat menjadi bibit tumbuhnya sikap radikalisme dan intoleransi terhadap orang yang memiliki kepercayaan yang berbeda.
“DPP GAMKI menganggap ucapan UAS ini sebagai ucapan individu, dan bukan mewakili umat Islam di Indonesia yang selama ratusan tahun sudah hidup berdampingan dengan pemeluk agama lainnya,” ungkapnya.
Ia menyatakan bahwa UAS selama ini disebut sebagai seorang ulama ternama, juga seorang pendidik berstatus Pegawai Negeri Sipil yang diharapkan bisa menuntun anak bangsa menuju jalan kebaikan dan kedamaian.
“Saat ini kami berupaya untuk menguasai diri kami dan memaafkan beliau. Meski ucapan beliau menyakitkan, kami percaya, Yesus yang disalibkan itu tidak perlu dibela. Ia tidak meminta diri-Nya untuk dibela, justru sejarah mencatat, Yesus disalibkan bukan karena kesalahannya, melainkan karena membela orang lain yakni umat manusia,” katanya.
“Ajaran Yesus justru ingin kami dapat memaafkan dan membalas perlakuan tidak baik dan penghinaan dengan kebaikan,” kata Sahat.
Ia menghimbau kepada setiap lembaga agama, baik Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha, Konghucu dan aliran kepercayaan lainnya, untuk saling menjaga keharmonisan di tengah masyarakat yang plural.
Ia meminta setiap ajaran dan pesan keagamaan yang dinyatakan oleh para pemuka agama kepada umat, haruslah dipertimbangkan dengan baik. Jangan sampai justru menimbulkan keresahan, kebencian, dan perpecahan di tengah masyarakat kita.
Ia juga menghimbau kepada pemerintah dan perangkat negara untuk berlaku adil dan tidak membiarkan tindakan intoleran dan diskriminatif terjadi di tengah masyarakat.
“Seharusnya tidak ada lagi ruang bagi tokoh-tokoh yang selalu mengeluarkan ujaran kebencian yang mengakibatkan keresahan dan perpecahan di tengah bangsa kita,” ucapnya.
Menurut Sahat, menjadi perkerjaan yang besar bagi pemerintah, untuk dapat membangun masyarakat Indonesia yang damai dan rukun, tanpa adanya tindakan diskriminatif dan intoleran.
“Sekali lagi, kami memaafkan Ustadz Abdul Somad atas penghinaannya kepada Tuhan Yesus yang kami sembah. Namun, kami berhak meminta UAS untuk dapat segera memberikan pernyataan klarifikasi kepada masyarakat, terkhusus umat Kristen Protestan dan Katolik di seluruh Indonesia. Yang mana kami yakini bahwa simbol-simbol itu adalah perenungan kami atas kasih sayang Allah kepada manusia, pengorbanan demi memaafkan dosa manusia dan perdamaian antara manusia berdosa dengan Penciptanya dan sesamanya,” jelasnya.
“Semoga hari ulang tahun kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia yang baru kita rayakan dapat kembali mengingatkan kita tentang komitmen para pendiri bangsa yang membangun Indonesia dengan pondasi persatuan di atas berbagai keberagaman,” tambahnya. (Hr-harianinido.com)