Jakarta – Dalam sebuah kesempatan, Badan Intelijen Negara (BIN) menyatakan bahwa kaum muda merupakan golongan yang paling rentan terhadap paham radikalisme. Juru Bicara BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan bahwa rentang usia 17-24 tahun merupakan masa-masa pencarian jati diri.
“Kemudian mereka juga semangatnya masih tinggi. Relatif belum punya tanggungan. Sehingga itu menjadi target utama,” kata Wawan pada Sabtu (10/08/2019).
Selain itu, pemuda yang tidak kritis juga rentan terpapar radikalisme karena lemah dalam membuat pertimbangan. Sehingga, BIN mengimbau kepada para anak muda untuk berpikir kritis. Selain itu, BIN juga mengupayakan literasi publik, literasi digital, patroli siber dan deteksi dini.
“Banyak juga anak muda umur 18 yang terlibat bom bunuh diri. Kemudian juga ikut ke Timur Tengah, Mossul, Suriah dan lain lain. Kemudian juga yang terlibat bom-bom di tanah air. Juga di medsosnya bermacam-macam termasuk ada yang berbaiat,” ungkap Wawan.
Baca Juga: Waketum MUI: “Radikalisme Agama Adalah Gerakan yang Ingin Mengganti Pancasila”
Untuk mengidentifikasi apabila seorang remaja terpapar radikalisme, Wawan menyebut sejumlah ciri-ciri anak muda yang menjadi korban pengaruh paham radikalisme.
“Biasanya riang tiba tiba pendiam kemudian kumpul dengan orang yang tidak semestinya. Orang tua juga tidak tahu, pergi lama pulang ke rumah langsung dekem (berdiam diri) di kamar. Suka marah-marah. Minta uang maksa. Ini adalah indikasi,” papar Wawan.
Tidak hanya memberi imbauan, BIN juga berencana untuk melakukan pendekatan pada keluarga yang anaknya terpapar radikalisme. Hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dari pemerintah.
“Oleh karenanya perlu ada kedekatan dengan keluarga sehari-hari nya, termasuk upaya bagaimana mencegah seperti yang terjadi. Di Lampung kemarin kan keluarganya, di Sibolga dan ternyata meledak itu lah kira-kira,” pungkasnya. (Elhas-www.harianindo.com)