Aceh – Nama seorang bupati di Provinsi Aceh dihubungkan dengan kasus asusila yang menimpa seorang mahasiswi. Pejabat itu dituding melakukan pelecehan seksual secara beruntun pada 2018.
Dalam laporannya, N (21) mengaku awalnya dilecehkan didalam mobil di area parkir Bandar Udara Sultan Iskandar Muda (SIM) Agustus tahun lalu. N disuruh untuk membuka celananya namun ia menolak. Beruntung pada waktu itu ada petugas bandara yang sedang berpatroli.
Terlapor yang merasa panik menyuruh N turun dari mobil. N keluar dari kawasan bandara itu dengan berjalan kaki. Lalu dia menelepon seorang teman untuk menjemputnya. Dua pekan kemudian, N mengaku kembali mendapatkan pelecehan kembali. Kali ini melalui panggilan video WhatsApp. N dipaksa untuk melihat sang bupati sedang “coli” atau matsurbasi di kamar mandi.
Beberapa minggu kemudian sang bupati tetap melakukan kelakuan bejatnya. Lantaran tidak tahan lagi, N berinisiatif mengambil tangkapan layar saat terlapor sedang mempertontonkan aksi saat sedang ‘bermasturbasi’.
Belakangan, N kembali dihubungi oleh terlapor. Namun N tidak menggubris hingga akhirnya memutuskan melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya ke Dit Reskrimsus Polda Aceh didampingi kuasa hukum dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) pada 15 Juli dan mulai diperiksa pada 1 Agustus 2019.
Bukti laporan itu berupa surat tanda terima bukti laporan pengaduan (STTBLP) bernomor registrasi 138/VII/RES.2.5/2019/Subdit II Tipid PPUC Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit. Reskrimsus) Polri Daerah Aceh (Polda) yang ditandatangani penyidik pembantu Brigadir Dicky Yulian.
Kasus ini sempat menimbulkan teak-teki. Lalu satu nama muncul ke publik lantaran sebuah media lokal berani menurunkan berita yang terang-terangan menelanjangi identitas atau nama lengkap terlapor ke publik.
Terlapor diduga berinisial I (51), bupati dari kabupaten yang mentereng dengan sebutan daerah “si mata biru”. Namun, Ketua YARA, Safaruddin, menyatakan, semua pihak harus tetap menaati aturan hukum praduga tak bersalah, dan pihaknya memilih menyerahkan kasus ini kepada penyidik ketimbang saling menuding.
“Karena, kan ini masih dalam lidik. Siapa-siapa kita belum tahu. Apalagi menyebut nama orang seperti ini, apalagi pejabat, kan, riskan. Nanti orang enggak terima, enggak bersalah, juga risikonya ke kita,” ujar Safaruddin, Senin (05/08).
Tim Liputan6.com lantas menghubungi I, Senin (5/8) malam. Lelaki itu membantah dan menyebut pemberitaan yang langsung mencatut nama tanpa inisial itu dapat merugikan nama baik diri dan keluarganya.
“Dan kalau pun itu ditujukan ke saya. Saya merasa pun tidak pernah melakukan seperti itu, yang dituduhkan. Untuk langkah hukum, kita lihat dulu. Kita konsultasi dengan kuasa hukum, lah,” kata I menjawab singkat.
Belum lama ini kasus asusila juga menjerat Bupati Kabupaten Simeulue, Aceh. Erli Hasim terancam dimakzulkan lantaran video tak senonohnya dengan seorang wanita yang merupakan bukan istrinya tersebar ke publik. (Hr-www.harianindo.com)