Jakarta – Saksi dari tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Said Didu memberikan contoh terkait soal pengalaman mengenai seorang pejabat anak perusahaan BUMN yang turun jabatan ketika maju dalam kontestasi politik.
“Ada pengalaman saya (waktu kejadian) Dirut Semen Padang dan saya sendiri menangani, mohon maaf saat itu dicalonkan partai yang berkuasa. Tapi saya tegas (bicara) dilarang UU, maka Anda harus mundur,” kata Said Didu dalam sidang gugatan hasil Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (19/06/2019).
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN ini memberikan kesaksian bahwa ada 3 kelompok pejabat BUMN. Dia menjelaskan bahwa pejabat memiliki kewajiban untuk memberikan laporan terkait dengan LHKPN ke KPK.
“Apakah anak perusahaan tidak termasuk, kita melihat pada waktu itu ada kasus (anak perusahaan) BUMN kecil sekali aset Rp 15 miliar. Dengan anak perusahaan jumlahnya 600 saat itu,” kata Said Didu.
“Direksi, dewan pengawas, dan komisaris dan direksi anak perusahaan BUMN dianggap juga dimasukkan dalam kelompok pejabat BUMN sehingga mulai 2006 seluruh pejabat BUMN yang tiga kelompok tadi berkewajiban melaporkan LHKPN. Itu mulai pejabat BUMN terdiri dari tiga kelompok komisaris, dewan pengawas, dan direksi BUMN; komisaris dewan pengawas anak perusahaan BUMN dan pejabat satu tingkat di bawah direksi BUMN. Itu praktik hukum (mengenai) LHKPN,” sambung Said Didu.
Sebelumnya, tim hukum Jokowi memberikan klarifikasi dengan tegas bhawa cawapres Ma’ruf Amin sudah tidak menjabat sebagai karyawan/pejabat BUMN. Posisi Ma’ruf Amin hanyalah Dewan Pengawas Syariah.
“Yang mana jelas bukan karyawan karena tidak diangkat sebagai karyawan di PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah,” ujar tim hukum Jokowi membacakan jawaban atas gugatan hasil Pilpres kubu Prabowo dalam sidang di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (17/06).
Tim hukum Jokowi mengklaim bahwa jabatan Dewan Pengawas Syariah Ma’ruf Amin merupakan hasil dari proses rekomendasi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Hal ini tertuang dalam Pasal 7 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Bank Umum Syariah Nomor 11/3/PBI/2019.
“Selain itu, calon wakil presiden nomor urut 01 bukan pejabat PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah karena sebagai Dewan Pengawas Syariah, calon wakil presiden nomor urut 01 bertanggung jawab kepada DSN-MUI, bukan RUPS PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah layaknya direksi dan komisaris. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Organisasi Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep- 407/MUI/IV/2016 tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia,” papar tim hukum Jokowi.
Dalam peraturan a quo, lanjut tim hukum Jokowi ditetapkan kedudukan DPS merupakan perangkat DSN-MUI yang berada dalam struktur Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Kedudukan DPS ini berdasarkan pada Pasal 1 angka 15 huruf b UU Perbankan Syariah No 21/2008. (Hari-www.harianindo.com)