Jakarta – Mantan Dewan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua, bertugas untuk memberikan orasi pada aksi damai untuk mengawal sidang sengketa Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Orasi dilakukan di Patung Kuda, Jakarta. Ia mengklaim bahwa Presiden Joko Widodo dan para menterinya adalah gerombolan orang-orang munafik.
Pernyataan Abdullah ini bekaca pada pelanggaran nilai-nilai setiap sila dalam Pancasila. Menurutnya, apa yang disampaikan oleh pemerintah adalah kebohongan belaka.
“Ketuhanan Yang Maha Esa artinya semua bangsa Indonesia harus berketuhanan Yang Maha Esa. Jika ada Presiden Jokowi, menterinya yang mengatakan saya Pancasila maka itu bohong, itu dusta, itu munafik. Kalau dia Pancasilais, dia tidak akan menangkap ustaz, tidak menembak anak-anak yang tidak berdosa,” kata Abdullah Hehamahua.
Abdullah memberikan contoh penjelasan pada sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Jokowi dinilai tidak memiliki nilai kemanusiaan, dengan ratusan petugas KPPS berguguran saat pelaksanaan Pilpres 2019.
“Hampir 700 orang petugas KPPS yang meninggal, di mana kemanusiaan Presiden? Di mana kemanusiaan menteri. Petugas yang tidak diproses, jangankan diautopsi, kata dukacita pun tidak ada. Itu artinya bukan kemanusiaan yang adil dan beradab, tetapi kebinatangan yang beradab,” kata Koordinator Lapangan Aksi ini.
Abdullah juga menyatakan bahwa Jokowi telah mengacak-acak sila ketiga, persatuan Indonesia. Menurutnya, Jokowi tealh merusak martabat bangsa dengan mengadu domba antarpartai, pemimpin dan ulama dengan ulama.
“Ketiga, persatuan Indonesia. Demi Allah, martabat bangsa ini diacak-acak oleh Presiden, dihancurkan oleh satu partai dengan partai yang lain, satu pemimpin dengan pemimpin yang lain, ulama yang satu dengan yang lain. Saya adalah seorang ketua sekolah tinggi ilmu ekonomi di daerah Sumatera dan saya tahu betul ipar daripada Presiden datang ke sana untuk melakukan gerakan supaya para mahasiswa itu memilih calon tertentu. Alhamdulillah mahasiswa dan masyarakat di Sumsel, pejabat-pejabat di sana masih waras otaknya, memilih pejabat yang bisa mengganti Presiden,” katanya.
Dia kemudian langsung memberikan penjelas terkait soal sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan dipertanyakan dengan banyak kasus lahan di Indonesia justru dikuasai oleh pihak asing.
“Terakhir, sila kelima napas dari ketuhanan YME adalah keadilan sosial. Keadilan sosial pak polisi. Bapak, gaji Anda saya tahu. Saya mantan komisioner KPK, sering periksa tentang pejabat negara. Keadilan sosial, 88 persen lahan di Indonesia dikuasai oleh asing. Empat orang terkaya di Indonesia sama dengan 100 juta rakyat miskin di Indonesia. Keadilan sosial yang mana? Maka kita datang ke MK untuk melihat realitas itu,” jelasnya.
“Kalau MK keliru, karena takut intimidasi, takut tekanan, takut intervensi, dan mengambil keputusan berdasarkan order, paksaan, maka bisa dibayangkan masa depan Indonesia. Negara dan rakyat berantakan, pertumpahan darah yang seharusnya tidak perlu, terjadi. Kami meminta MK memutuskan sesuai tuntutan masyarakat, sesuai dengan fakta-fakta hukum yang ada,” ucapnya. (hari-www.harianindo.com)