Jakarta – Menjadikan Bambang Widjojanto sebagai pengacara Pasangan Calon (Paslon 02) Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dianggap dapat membetrikan citra buruk pada peradilan di Indonesia. Dikarenakan pelanggaran kode etik advokat telah dilakukan oleh BW.
Pedapat tersebut dilontarkan oleh pakar hukum tata negara Universitas Udayana Jimmy Usfunan di Jakarta, Sabtu (15/06). Ia menilai BW tidak seharusnya beracara ketika masih berstatus sebagai pejabat negara. “BW kan masih menjabat sebagai anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta. Dia menerima gaji puluhan juta rupiah setiap bulan,” kata Jimmy di Jakarta, Sabtu (15/06/2019) siang.
Dia menyatakan bahwa dalam UU Advokat dan Kode Etik Advokat bahwa orang atau advokat yang sedang menjabat sebagai pegawai atau pejabat dalam pemerintahan tidak boleh beracara. Saat ini, BW menjabat sebagai kuasa hukum Paslon Prabowo-Sandi. Di sisi lain, BW juga menjabat sebagai anggota TGUPP. Atas dasar itu maka BW seharusnya tidak menjadi kuasa hukum Prabowo-Sandi. Jika tetap ingin menjadi kuasa hukum maka harus turun jabatan dari TGUPP.
Dia menilai para pihak yang melaporkan BW ke Peradi tidak bisa dianggap sebagai penghalang terhadap kegiatan BW membela Prabowo-Sandi. Pelaporan itu sebagai bentuk upaya penegakan etika profesi advokat sesuai dengan atauran yang berlaku.
Jimmy juga mengkritisi pernyataan BW yang mengatakan bahwa sebagian MK merupakan rezim korup. Hal itu dengan anggapan jika menolak dalil permohonan Prabowo-Sandi.
Menurutnya, BW salah mengklaim dirinya sebagai pihak yang paling bersih dan antikorupsi. Sikap itu berbahaya jika sampai ditiru oleh advokat lainnya.
Jika itu yang terjadi maka akan memberikan citra buruk pada dunia peradilan dan pemikiran masyarakat terhadap pengadilan. Disatu sisi Indonesia merupakan negara yang berlandaskan hukum, sehingga peran peradailan sangat besar dalam menyelesaikan sebuah permasalahan.
“Ketika orang sekelas BW mengatakan seperti itu maka sama saja mengajarkan masyarakat mulai tidak mmpercayai mekanisme-mekanisme hukum yang berlaku,” ujarnya.
Atas perilaku yang tidak etis dan melanggar aturan, Jimmy memohon kepada Peradi untuk melakukan pemeriksaan terhadap BW. Ia juga menyarankan Peradi dalam mengambil keputusan melihat damapak terhadap BW.
“Peradi jangan mengambil keputusan yang nantinya dapat merendahkan kode etik advokat. Kalau semua advokat berargumen seperti itu di pengadilan-pengadilan negeri ‘pokoknya kalau hakim tidak mengikuti dalil kami, hakim semua rusak’ nah itu kan rusak negara ini kalau semua menggunakan pemikiran seperti itu. Oleh karena itu Peradi harus mengambil sikap ini persoalan etika dari pernyataan itu supaya tidak diikuti advokat-advokat lain,” tutup Jimmy. (Hari-www.harianindo.com)