Jakarta – Tim hukum Prabowo Sudianto-Sandiaga Uno dalam gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) diprotes oleh Tom Power karena mengutip pendapatnya. Namun, pendapat pengamat asing itu tetap dibacakan dalam sidang di MK.
“Sejalan dengan pandangan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo mempunyai gaya pendekatan otoritarian seperti Orde Baru adalah pendapat dari Tom Power, kandidat doktor dari Australian National University yag risetnya terkait dengan politik di Indonesia, termasuk gaya pemerintahan Joko Widodo,” kata kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (14/06/2019).
Menurut Nasrullah, hal itu ada dalam makalanhnya saat melakukan konferensi tahunan ‘Indonesia Update’ di Canberra, Australia pada september 2018. Masih menurut Nasrullah dkk, Tom Power juga memperhatikan pemerintahan JOkowi yang menggunakan hukum kembali.
“Proteksi hukum juga ditawarkan sebagai barter kepada politisi yang mempunyai masalah hukum,” ujarnya.
Proteksi lain, mengklaim bahwa otoritarian Orde Baru yang diadopsi oleh pemerintahan Jokowi.
Sebagai bukti pandangan itu, tim hukum Prabowo menyertakan dua link berita yaitu ‘Jokowi’s authoritarian turn’ dan ‘Jokowi’s Authoritarian Turn and Indonesia’s Democratic Decline’.
“Mengenai karakteristik pemerintahan Jokowi mirip Orde Baru sekaligus menjelaskan bagaimana modus kecurangan pemilu di era otoritarian tersebut juga dilakukan oleh Paslon 01 yang juga Presiden petahana Jokowi, yaitu strategi pengerahan ABG yang di era Orde Baru adalah poros ABRI-Birokrasi-Golkar. Modus ini di era Pemerintahan Jokowi bereinkarnasi menjadi tiga poros pemenangan, yaitu Aparat-Birokrasi-BUMN-Partai Koalisi,” tegas Nasrullah.
Sebagaimana diketahui, Tom telah melayangkan protesnya dengan keras protes yang disampaikannya kepada CNBC Indonesia. Tom Power menegaskan bahwa artikel yang dikutip oleh tim Prabowo adalah penelitian dan analisisnya yang ditulis dan dipublikasikan di artikel jurnal BIES 2018.
“Tapi mereka menggunakan artikel ini dalam konteks yang tidak lengkap,” jelas Tom.
iIa menegaskan bahwa tidak perna menyatakan adanya kecurangan pemilu yang terjadi di Indonesia karenanya artikel yang ditulis 6 bulan sebelum pesta demokrasi Indonesia berlangsung.
“Kedua, sangat sulit sekali menyimpulkan bahwa tindakan pemerintahan Jokowi yang saya sebutkan bisa diterjemahkan sebagai bukti kecurangan pemilu yang masif dan terstruktur,” tambahnya lagi.
Lalu, penelitiannya memang menunjukkan indikasi bahwa pemerintahan Jokowi menunjukkan sikap anti-demokrasi tapi bukan otoriter.
“Ketiga, saya sama sekali tidak mengatakan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia akan lebih baik kalau Prabowo jadi presiden,” pesannya. (Hari-www.harianindo.com)