Jakarta – Ayah Harun Rasyid, remaja di bawah umur yang meninggal dunia karena terkena peluru tajam dalam peristiwa kerusuhan di Jakarta pada 22 Mei 2019 lalu, mengadu ke Komnas HAM karena mendapatkan tekanan.
“Satu lagi, Pak, saya minta perlindungan. Karena sudah banyak tekanannya,” kata Didin, ayah Harun, saat audiensi terbuka dengan komisioner Komnas HAM di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2019).
Menurut pengakuan Didin, dirinya sempat diminta pulang dan tidak melapor ke Komnas HAM.
“Seperti tadi. Saya sudah di sini, disuruh pulang,” jelas Didin.
Didin kemudian menyebut nama Kapolsek Kebon Jeruk ketika ditanya oleh Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Anak Komnas HAM Beka Ulung Hapsara terkait siapa yang memberikan tekanan.
“Kapolsek Kebon Jeruk apa ya,” jawab Didin.
Kediaman Didin juga disebutnya sering dikunjungi oleh anggota polisi dari Polsek Kebon Jeruk, namun tidak pernah diterimanya.
“Dari Polsek Kebon Jeruk. Dari Polsek Kebon Jeruk sudah beberapa kali datang,” ujar Didin.
“Ya kalau mereka datang saya ngggak pernah temuin. Karena apa, karena saya trauma. Istri saya aja. Saya bilang, saya mau tidur. Sampe pulang pun dia masih nanya, bapak udah bangun, tetep,” lanjutnya.
Saat jenazah Harun masih di RS Polri pun Didin mengaku kesulitan untuk membawa jenazah anaknya itu keluar untuk dibawa pulang.
“Jadi cerita dari yang mengambil mayat itu, orang tua saya. Karena saya waktu itu sudah nggak bisa jalan. Jadi orang tua saya yang mengambil. Memang agak sulit, Pak, agak sulit untuk mengambil jenazah anak saya itu. Jadi malamnya saya harus ke Kramat Jati. Dari Kramat Jati katanya harus ada surat dari Polres Jakarta Barat. Dari Polres Jakarta Barat katanya nanti harus pagi karena sudah malam, harus pagi jam 8. Setelah besoknya jam 8 hari Jumat itu, menunggu sampai 1 jam, baru jam 9 baru datang Kapolresnya. Ada tanda tangan, baru diantar oleh pihak polisi. Tapi dari sana harus dianjurkan untuk autopsi. Karena orang tua saya sudah bingung, karena sudah dua hari dua malam cucunya di sana sudah dua hari dua malam, apa pun yang terjadi harus dibawa saja jenazah karena harus segera dimakamkan. Jadi apa pun yang ada di situ ditandatangani,” tutur Didin.
Terkait pengakuannya ini, Ulung meminta pihak Didin menyusun kronologi lengkapnya dan membuat surat pernyataan.
“Saya minta tolong, misalnya yang untuk kasus yang Harun ini, sampean bikin kronologinya. Per kasus ini. Wawancaranya apa saja. Termasuk siapa saja yang mendatangi. Kronologinya kaya apa. Bentuk-bentuk tekanannya seperti apa. Minta tanda tangan beliaunya. Pernyataan begitu. Jadi ditambahkan itu. Nanti dilampirin KTP-nya,” ujar Ulung.
(samsularifin – www.harianindo.com)