Jakarta – Pasca Pilpres 2019, terjadi ‘ketegangan’ di antara partai politik yang tergabung di dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur, pengusung calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Yang terakhir, Wakil Ketua Partai Gerindra Arief Poyuono ‘mengusir’ Partai Demokrat untuk keluar dari koalisi.
Menurut pengamat politik dari Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, koalisi Prabowo-Sandi memang bermasalah dari awal terbentuknya.
“Pertama menurut saya koalisi ini sebenarnya sudah retak sejak awal,” ujar Arya, Minggu (12/5/2019).
“Terutama Demokrat ya yang sejak awal membebaskan kepala daerah mereka untuk mendukung paslon mana pun dalam pilpres,” jelas Arya.
Sebelumnya, saat Sandiaga Uno yang akhirnya terpilih sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo, politisi Demokrat Andi Arief sempat mengungkapkan adanya mahar politik dalam penunjukan Sandiaga Uno.
Selain itu, muncul pula isu bahwa PAN akan meninggalkan koalisi Prabowo-Sandi setelah Ketua MPR yang juga Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bertemu dengan Presiden Jokowi, belum lama ini.
Selain itu, dari struktur Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, terlihat salah satu partai lebih mendominasi di dalamnya.
“Struktur BPN secara umum tidak mencerminkan kekuatan partai pendukung. Betapa salah satu partai itu mendominasi posisi strategis di koalisi itu, padahal mereka satu koalisi ya,” ujar Arya.
Karena itu Arya memahami bila sejumlah partai pengusung Prabowo-Sandi mulai mengambil ancang-ancang untuk menentukan nasib mereka selanjutnya.
“Karena memang retak sejak awal,” tandas Arya.
(samsularifin – www.harianindo.com)