Jakarta – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menilai Pemilihan Umum yang digelar dengan menggunakan perangkat elektronik canggih memang akan sangat efisien, namun Indonesia belum siap untuk itu.
Menurut Arief, pemilihan e-voting sangat bergantung dengan infrastruktur jaringan listrik dan internet yang harus baik.
“Padahal jika data satu TPS saja tak masuk kedalam rekapituasi nasional, KPU tak bisa memutuskan siapa pemenang Pemilu,” kata Arief , Jumat (26/4/2019).
Selain itu, biaya untuk menyelenggarakan e-voting akan cukup mahal karena setiap TPS membutuhkan paling sedikit lima mesin, yang tujuannya ada cadangan mesin lain bila ada mesin yang rusak atau tidak bisa digunakan.
Dengan jumlah TPS di Indonesia yang mencapai 813.000 TPS, maka akan dibutuhkan lebih dari 4 juta mesin.
Selain itu, Pemilu yang bagi rakyat Indonesia adalah sebuah pesta bisa jadi akan hilang maknanya.
“Saya senang sekali pergi ke TPS, di sana kita lihat orang-orang bersorak sorai saat penghitungan. Petugasnya dandan macam-macam,” kata pria kelahiran Surabaya ini.
Namun demikian menurut Arief, bila memang e-voting akan diterapkan di Indonesia, ia menyarankan untuk dilakukan secara bertahap.
“Kita bisa mulai dari pilkada kabupaten/kota dahulu sambil menguji dan mengevaluasi apa plus-minusnya,” pungkasnya.
(samsularifin – www.harianindo.com)