Harian IndoMalang – Pengamat politik Wawan Sobari menilai, sapaan ‘cak’ dan ‘jancuk’ yang diberikan kepada Joko Widodo (Jokowi) saat bertemu dengan para pendukungnya di Surabaya, merupakan model kampanye trade mark yang telah dipakai Jokowi sejak mencalonkan diri menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.
Menurut Dosen Ilmu Politik dan Peneliti Universitas Brawijaya (UB) Malang ini, dua kata tersebut dipakai untuk menunjukkan bahwa Jokowi setara dengan pemilih di Jawa Timur, khususnya Surabaya.
“Jokowi ingin menunjukkan bagi pemilih Surabaya, bahwa dia bisa setara dengan masyarakat. Ini menunjukkan tidak adanya jarak antara Jokowi yang masih presiden dengan pemilihnya,” kata Wawan, Minggu (3/2/2019).
Lebih jauh Wawan menjelaskan, sub kultur budaya Arek Suroboyo sangat berbeda dengan Mataraman. Di masyarakat Surabaya, tidak mengenal kasta bahasa halus atau kromo inggil.
Dua kata tersebut juga merupakan strategi dari timses untuk menunjukkan Jokowi tidak berjarak dengan rakyatnya.
“Menurut saya, kata itu tidak kontroversial ya,” ujar Wawan.
Wawan justru menilai, ‘julukan’ tersebut akan memunculkan militansi pemilih Jokowi dari kalangan bawah di Jawa Timur.
“Saya melihat sambutan meriah saat julukan itu diberikan. Bahkan bisa jadi, julukan itu menimbulkan sikap militan pemilih pada profil Jokowi,” tandasnya.
Sebelumnya, Jokowi mendapatkan ‘gelar’ cak dan jancuk saat menghadiri acara deklarasi dukungan yang digelar di kawasan Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (2/2/2019).
Pembawa acara menerangkan bahwa kata ‘jancuk’ yang dimaksud merupakan singkatan dari jantan, cakap, ulet, dan komitmen.
(samsularifin – www.harianindo.com)
