Jakarta – Acara Debat capres pilpres 2019 kemarin, dibuka dengan pertanyaan terkait dengan obesitas hukum. Ketika itu, kedua belah pihak sanggup menjawab solusi yang ditawarkan. Lantas, apa kata pakar hukum terkait hal tersebut.
“Paslon 01 seharusnya tidak memulainya dengan menyatakan bahwa ke depan mereka akan membentuk badan baru yaitu Pusat Legislasi Nasional, melainkan dapat memulainya dari fakta bahwa selama 4 tahun terakhir sudah banyak yang diperbuat oleh Joko Widodo seperti pemangkasan regulasi di tiap kementerian dan pembatalan ribuan Peraturan Daerah,” kata ahli hukum, Dr Bayu Dwi Anggono, kepada detikcom, Jumat (18/1/2019).
Di sisi lain, bagaimana dengan Paslon capres nomor urut 02? Prabowo dinilai terlihat tidak memahami kewenangan Presiden dalam konteks ketatanegaraan. Di mana presiden memiliki batasan seperti tidak boleh intervensi dalam proses penegakan hukum oleh aparat penegak hukum.
“Presiden bukanlah pemimpin lembaga yudikatif yang oleh konstitusi dijamin sebagai kekuasaan yang merdeka,” ujar akademisi Universitas Jember itu.
Bayu juga sangat menyayangkan Paslon 02 memberikan contoh kasus kepala desa di Mojokerto pendukung Paslon 02. Di mana kades itu telah divonis bersalah oleh pihak pengadilan.
“Contoh kasus kades sebagai bentuk praktik penegakan hukum yang berat sebelah oleh Presiden adalah suatu kesalahan fatal mengingat pengadilan tidaklah berkedudukan di bawah Presiden,” cetus Bayu.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)