Jakarta – Pemerintah saat ini dinilai belum mewujudkan sila kelima Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penilaian tersebut datang dari Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Sujono Djojohadikusumo. Menurut Hashim, pemerintah seolah-olah menganggap Pancasila hanya mengandung satu sila saja, yaitu sila pertama.
Hashim menyampaikan hal tersebut sebagai dasar argumentasi dari Partai Gerindra yang ingin menguatkan Undang-undang 1945, terutama pada Pasal 33 dan 34 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial. Hal tersebut bakal diwujudkan jika Prabowo Subianto-Sandiaga Uno jadi presiden-wakil presiden periode mendatang.
“Kita fokusnya ke Pasal 33 dan 34. Yang mau kita tegakkan adalah Pancasila, yakni sila kelima. Pemerintah seolah-olah Pancasila hanya satu sila saja, sila pertama. Mereka lupa akan sila kelima,” kata Hashim di Rumah Pemenangan Prabowo-Sandi Jatim di Jalan Gayungsari Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu, 20 Oktober 2018.
Menurut Hashim, hal yang menjadi persoalan pada pemerintahan sekarang, adalah sila kelima dari Pancasila. Adik kandung Prabowo tersebut menegaskan kondisi sekarang tak ada keadilan.
“Sila kelima yang kita rindukan, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nah, sekarang tidak adil,” tandas Hashim.
Penguatan Pasal 33 dan 34 UUD 1945 termaktub dalam misi Prabowo-Sandi maju sebagai capres-cawapres. Pada poin pertama misi duet nomor urut 02 itu tertulis “Membangun perekonomian nasional yang adil, makmur, berkualitas, dan berwawasan lingkungan dengan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia melalui jalan politik-ekonomi sesuai Pasal 33 dan 34 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Selain soal keadilan di bidang ekonomi, Prabowo-Sandi juga menekankan upaya mewujudkan keadilan hukum. Itu termaktub dalam poin ketiga.
“Membangun keadilan di bidang hukum yang tidak tebang pilih dan transparan, serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia melalui jalan demokrasi yang berkualitas sesuai dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
(Tita Yanuantari – www.harianindo.com)