Jakarta – Aktivis Ratna Sarumpaet sudah mengakui kebohongan yang dibuatnya terkait kabar penganiayaan di Bandung pada Jumat (21/09/2018). Ratna mengatakan kebohongan itu dibuat karena efek lebam setelah menjalani operasi sedot lemak di pipi.
Kebohongan berawal saat anaknya bertanya asal-usul lebam di wajahnya. Ratna lalu mengaku dianiaya. Pada akhirnya, cerita itu bergulir hingga ke publik dan ke capres Prabowo Subianto yang membelanya.
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan kebohongan yang dibuat Ratna membuatnya terjerat kasus hukum. Namun Setyo menjelaskan Ratna tak bisa dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tapi bisa dijerat dengan KUHP.
“Kalau Bu Ratna kan tidak menggunakan Undang-Undang ITE. Tapi bisa dijerat dengan KUHP. Kalau hoax itu (terkait) ITE. Dia (Ratna) kan nggak menggunakan ITE,” kata Setyo saat ditemui di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (03/10/2018).
Baca juga : Ditangkap, Ratna Sarumpaet Terancam Hukuman 10 Tahun Penjara
“Kan dia menyampaikan ke Pak Prabowo, kemudian Rachel Maryam juga itu menggunakan Twitter, Fadli Zon, Dahnil Anzar Simanjuntak. Ini kan udah di-capture semua,” imbuhnya.
Setyo menegaskan kasus penyebaran hoax tentang penganiayaan Ratna ini bisa berefek panjang. Dia menganalogikan seseorang bercerita secara pribadi kepada orang lain, lalu orang lain itu menyebarkan di media sosial, maka orang yang menjadi tempat bercerita dapat menjadi tersangka UU ITE.
Kemudian, jika orang yang menyebarluaskan cerita di media sosial itu merasa dirugikan dengan kebohongan si pencerita, yang dirugikan dapat melaporkan si pencerita kepada polisi.
“Nanti harus dilihat dulu ya konteksnya,” pungkas Setyo.
(Muspri-www.harianindo.com)