Jakarrta – Forum The 18th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2018 digelar di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (18/9/2018). Masalah radikalisme dan inklusivisme dalam Islam menjadi tema utama yang dibicarakan dalam pertemuan para sarjana Islam dunia tersebut.
Dalam pembukaan acara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan, forum seperti ini penting agar studi Islam tidak teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat.
“Dalam diskusi akan dibahas sejauh mana para pakar studi Islam merespons dan memberikan solusi, atas persoalan sosial keagamaan yang belakangan ini mengganggu kerukunan,” kata Lukman pada Selasa (18/9/2018).
Lukman menuturkan, kasus-kasus intoleransi, penodaan agama, persekusi hingga kasus radikalisme dan terorisme membutuhkan respons yang tidak bersifat reaktif belaka, tetapi membutuhkan kajian serta penelitian empirik.
Untuk itu, para akademisi Islam tidak boleh berada di atas menara gading yang terlalu asyik dengan penelitian, serta diskusi yang tidak berkontribusi dalam menyelesaikan masalah sosial, politik, kebangsaan, baik di Indonesia maupun dunia.
“Era keterbukaan global telah melahirkan tantangan di mana-mana, tak terkecuali bagi Indonesia. Bergesernya kecenderungan keagamaan menjadi lebih konservatif dan kepentingan politik yang menunggangi adalah contoh dinamika masyarakat yang secara riil menciptakan masalah. Terhadap yang demikian itu kita wajib merespons dengan kearifan,” ujarnya.
Baca juga: Kemenhub Tegaskan Bakal kembali Fungsikan Jalur Kereta Purwokerto-Wonosobo
Lukman berharap, konferensi ini melahirkan kontribusi nyata yang dipersembahkan kepada dunia yang damai. Salah satu kontribusi yang diinginkan dari akademisi Islam adalah menularnya gagasan populisme.
“Kabar baiknya, sejauh ini dunia semakin menyadari bahwa Islam Nusantara dan memiliki kekhasan tersendiri dalam merespons radikalisme dan konservativisme berbasis agama,” katanya. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)