Jakarta – Di media sosial belakangan ini, muncul sebuah guyonan baru yang membahas tentang Anak Jakarta Selatan (Jaksel). Muncul stereotype yang menyebut bahwa anak Jaksel kalau berbicara suka mencampur-campur bahasa.
Menurut seorang psikolog, gaya bahasa dalam percakapan sehari-hari dipengaruhi oleh lingkungan mereka. Entah itu lingkungan keluarga, pertemanan, ataupun di sekolah. Gaya berbahaya yang kerapkali digunakan di lingkungan itu akan membentuk gaya bahasa seorang remaja.
“Ketika seorang anak sejak kecil terbiasa untuk diajak bicara dengan bahasa Inggris bercampur dengan bahasa Indonesia seacara tidak konsisten, maka hal ini akan terus terbawa dalam percakapan sehari-hari juga,” kata Veronica Adesla, seorang psikolog klinis dari Personal Growth.
Tak sedikit, sekolah internasional yang banyak berada di kawasan Jakarta Selatan, disebut ikut mempengaruhi tren berbahaya di kalangan remaja. Di sekolah-sekolah tersebut, bahasa pengantar yang dipakai di kelas memang bukan cuma Bahasa Indonesia saja.
Terlepas dari gaya berbahasa, lanjut Veronica, yang terpenting dalam berkomunikasi adalah ketersampaian pesan. Semua bahasa tentu baik dipakai selama yang diajak berbicara bisa menangkap apa maksudnya.
“Gunakanlah bahasa yang nyaman, sesuai dengan dengan konteks dan ‘nyambung’ dalam bercakap sehari-hari,” pesan Veronica.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)