Jakarta – Majelis Ulama Indonesia menyayangkan banyaknya pihak yang tidak melihat kasus Meiliana secara lengkap sehingga menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
“MUI menyesalkan banyak pihak yang berkomentar tanpa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sehingga pernyataannya bias dan menimbulkan kegaduhan dan pertentangan di tengah-tengah masyarakat,” kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/8/2018).
Menurut MUI, kasus Meiliana ini tidak sekedar soal keluhan volume suara azan yang dinilai terdakwa terlalu keras.
“Jika masalahnya hanya sebatas keluhan volume suara azan terlalu keras, saya yakin tidak sampai masuk wilayah penodaan agama, tetapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan, maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama,” ujar Zainut.
Karena itu, Zainut menghimbau kepada masyarakat untuk lebih bijaksana dalam melihat kasus ini karena menyangkut hal yang sangat sensitif.
“Hendaknya masyarakat lebih arif dan bijak dalam menyikapi masalah ini, karena hal ini menyangkut masalah yang sangat sensitif yaitu masalah isu agama. Jangan membuat pernyataan yang justru dapat memanaskan suasana dengan cara menghasut dan memprovokasi masyarakat untuk melawan putusan pengadilan. Apalagi jika pernyataannya itu tidak didasarkan pada bukti dan fakta persidangan yang ada,” ucap Zainut.
Seperti diketahui, Meiliana, warga Tangjungbalai Sumatera Utara divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Medan karena mengeluhkan volume suara azan yang menurutnya terlalu keras.
Awalnya, Meiliana mengeluhkan suara azan kepada salah satu tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjungbalai Kota I, Tanjungbalai Selatan, Tanjungbalai, pada 22 Juli 2016 lalu.
“Kak, tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid, sakit kupingku, rebut,” kata Meiliana kepada tetangganya tersebut.
Oleh tetangganya itu, keluhan Meiliana ini kemudian disampaikan kepada pengurus Masjid Al Makhsum.
Tapi entah bagaimana cerita lengkapnya sehingga kemudian terjadi adu mulut yang kemudian berkembang menjadi kemarahan massa yang mengakibatkan pembakaran dan pengrusakan terhadap satu vihara, lima klenteng, tiga mobil, dan tiga motor.
(samsul arifin – www.harianindo.com)