Malang – Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir membeberkan bagaimana kriteria pemimpin yang dinginkan rakyat Indonesia demi menyongsong Indonesia Emas.
Menurut Haedar, pemimpin harus bisa menyerap aspirasi rakyat dan berakhlak mulia. Tidak mementingkan hasrat kekuasaan suatu kelompok saja.
Hal tersebut dijelaskan Haedar Nashir dalam pidato kebangsaan yang berjudul “Meneguhkan nilai-nilai kebangsaan yang berkemajuan menyongsong Indonesia emas” yang diucapkannya saat memperingati HUT ke-73 RI di DOME Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Minggu (12/8/2018).
“Indonesia saat ini memerlukan karakter kepemimpinan yang progresif, reformatif, inspiratif, berakhlak mulia, mampu menyerap aspirasi masyarakat, mengkristalisasikan nilai-nilai etika keagamaan dan moral pancasila sebagai landasan kebijakan di berbagai sektor kehidupan kebangsaan,” ucap Haedar.
Karena itu menurut Haedar, seorang pemimpin harus memiliki integritas, dan kemampuan dalam mengambil keputusan yang tepat.
“Pemimpin yang dimaksud mampu memadukan kekuatan visi, pengambilan keputusan, memiliki kapabilitas, integritas yang kuat sebagai manifestasi kenegarawanan,” kata Haedar.
Haedar juga menyindir pemimpin yang hanya bersikap pragmatis dalam berpolitik dan lebih mementingkan transaksional berbiaya tinggi.
“Para pemimpin bangsa saat ini, baik pusat hingga daerah perlu melakukan rekontruksi diri dalam alam pikiran, orientasi sikap, dan tindakan. Dinamika politik liberal ditandai dengan sikap politik serba pragmatis menjadikan politik Indonesia serba transaksional, berbiaya sangat tinggi, dan bahkan bersumbu pendek,” tuturnya.
Lebih lanjut Haedar mengingatkan bagaimana politik liberal yang haus akan kedudukan mulai menguasai ketatanegaraan di Tanah Air.
“Tidak terkecuali dalam mengendalikan proses politik pencapresan dan pencawapresan di Pilpres 2019. Maka semakin kompleks daya jalar virus politik liberal di negara ini, sehingga Indonesia disandera oleh kekuatan-kekuatan oligarki yang haus tahta. Negara dan pemerintahan Indonesia harus benar-benar berdaulat, termasuk hegemoni politik oligarki. Indonesia harus menjadi milik semua, bukan segelintir orang atau kelompok tertentu, seperti yang dicita-citakan pendiri bangsa,” jelasnya.
Namum demikian, Muhammadiyah yakin masih banyak politisi yang mampu berpikir jernih dan memberikan teladan kepada rakyat.
“Maka saatnya energi positif ruhaniah dan kecerdasan akal budi bangsa Indonesia ditangan para pemimpin dan warga negara digelorakan untuk menggoreskan tinta emas 73 tahun Indonesia merdeka,” kata Haedar.
“Pemimpin di pusat maupun daerah diharapkan mengedepankan keteladanan, kebersamaan, kedamaian, dan sikap kenegerawanan yang luhur dalam berkehidupan kebangsaan. Berikan rakyat kegembiraan, dan harapan positif yang terjamin hak-haknya,” lanjutnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)