Jakarta – Penggeledahan Densus 88 Polri bersenjata api di kampus Universitas Riau (UNRI), mendapat kritikan dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Terkait kritikan tersebut, pihak Polri menyatakan bahwa upaya penggeledahan itu dilakukan lantaran bom milik tersangka teroris sudah siap diledakkan sewaktu-waktu.
“Penangkapan kasus teror itu tidak sama dengan penangkapan kasus lain. Ini teman-teman tadi melihat bomnya sudah siap,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (3/6/2018).
Menurut Setyo, langkah Densus 88 menyambangi kampus UNRI dengan perlengkapan senjata telah sesuai dengan standar operasi prosedur (SOP) yang berlaku di kepolisian. Dia menjelaskan penangkapan kasus terorisme tak bisa disamakan dengan kasus lainnya.
“Prosedurnya kita memang ada yang namanya striking force. Striking force itu artinya satu kelompok itu memang prosedurnya bawa senjata panjang. Jadi bagaimana kalau kita SOP-nya bawa senjata panjang, harus ganti dengan tongkat polisi misalnya sementara bom sudah siap,” sebut Setyo.
“Jadi ini sudah seperti itu. Penangkapan atau upaya paksa terhadap kasus terorisme itu ada prosedurnya,” imbuhnya.
Diketahui, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik penggeledahan polisi di kampus UNRI karena bersenjata api. Hal itu seperti disampaikan Fahri dalam akun Twitter-nya @Fahrihamzah, Sabtu (2/6/2018) pukul 19.40 WIB. Bahkan Fahri turut men-tag akun Twitter Presiden Joko Widodo @jokowi, yang menyebut Jokowi tidak pernah menjadi aktivis.
“Pak @jokowi, ini jangan dibiarkan, kalau senjata laras panjang sudah masuk kampus, kita telah kembali ke zaman batu! Mungkin bapak tidak pernah menjadi aktivis. Maka bapak biarkan kejadian ini. Ini perang dengan mahasiswa!” kata Fahri lewat akun Twitternya.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)