Jakarta – Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono menyebutkan kekuatan terorisme di Indonesia seperti puncak Gunung Krakatau.
Hal ini dikatakan untuk menanggapi peristiwa penyerangan seorang anggota Brimob bernama Bripka Frence oleh Tendi Sumarno pada Jumat (11/5/2018).
“Terjadinya lagi penikaman terhadap anggota intel Brimob Bripka Frence oleh Tendi Sumarno menunjukkan bahwa kekuatan terorisme di Indonesia berbentuk seperti puncak Gunung Krakatau di permukaan air laut. Berarti yang belum terlihat adalah badan sampai kaki gunung. Yang pasti lebih besar daripada puncaknya,” kata Hendropriyono, Jumat (11/5/2018).
Hendropriyono kemudian mengingatkan, kondisi keamanan negara dan bangsa sedang berada di satu titik kritis dimana bisa meledak di waktu situasi rawan, seperti saat Pemilu misalnya.
“Keadaan sekarang ini sudah harus menempatkan keselamatan rakyat sebagai hukum yang tertinggi, di atas semua aturan, termasuk perlindungan HAM individu bagi para teroris,” ujarnya.
Karena itu, dalam penanganan pelaku teroris, polisi harus melakukannya dengan prosedur yang lebih tegas, namun tidak menyalahi aturan HAM secara universal.
“Apabila orang seperti Tendi Sumarno itu sudah sampai di kantor Satintel Mako Brimob, dia bisa saja diinterogasi. Namun tetap mempunyai hak untuk tidak menjawab sampai ia didampingi oleh pengacara. Apabila ternyata dugaan keliru, Tendi Sumarno dapat secara serta-merta dilepas kembali. Dalam menjunjung HAM, pemerintah dan alat-alat negara, terutama Densus 88 Polri, sudah cukup memenuhi aturan HAM yang bersifat universal,” jelasnya.
Namun demikian, bila keamanan negara dan rakyat dalam keadaan bahaya maka keselamatan rakyat lebih menjadi priotitas daripada perlindungan HAM.
“Semua konsekuensi yang menyangkut hukum dan HAM secara otomatis beralih kepada Pemerintah Republik Indonesia. Sehingga sebagai alat negara, Polri sudah bebas dari belenggu aturan apa pun,” tambah Hendropriyono.
“Saya ingin mengingatkan lagi peringatan Cicero, bahwa jika hukum telah bisu dalam menegakkan keselamatan umum, bahaya yang terjadi adalah senjata saling berbicara. Kekacauan seperti itu akan menempatkan kita pada titik terendah keselamatan bersama yang sangat sulit untuk dihentikan,” pungkasnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)