Jakarta – Belakangan ini ramai dibicarakan soal racun kalajengking setelah Presiden Joko Widodo, pada Senin (30/04/2018) lalu menyebutkan bahwa racun kalajengking bernilai paling tinggi di dunia. Harganya bisa mencapai Rp 145 miliar per liter.
Menurut salah satu peneliti serangga dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ramadhan Eka Putra, racun serangga, khususnya kalajengking memiliki potensi yang luar bisa untuk dunia pengobatan.
Lantas mengapa harganya sangat mahal?
Menurut penjelasan Ramadhan, racun kalajengking memiliki karakter khusus dimana ukuran molekulnya kecil sehingga dapat mencapai bagian tubuh yang sulit dijangkau, seperti otak.
Selain itu, racun kalajengking yang dikeluarkan juga memiliki spesifikasi yang berbeda. Ada yang dikeluarkan untuk sengaja membunuh lawannya, tapi ada juga yang hanya untuk menakuti.
“Jumlahnya sangat sedikit dan satu kalajengking memiliki karakter racun yang berbeda, dihasilkan untuk membunuh atau karena ketakutan. Sulit sekali membuat racun yang sangat spesifik,” kata Rama.
“Pengolahannya susah banget, untuk membuat racun yang sangat spesifik. Pengolahan juga perlu proses dan hanya kurang dari 10 persen dari bagian venom (racun) yang diketahui fungsinya,” jelasnya.
“Karena jumlahnya sedikit dan susah untuk dapat standardisasi, maka harganya mahal dan pembeli tak mau beli dari perusahaan yang tak jelas karena ini tekait dengan riset dan nyawa manusia,” imbuhnya.
Menurut informasi harga dari perusahaan Sigma Aldrich, salah satu perusahaan resmi yang menjual racun kalajengking, harganya bisa mencapai Rp 16 juta per 10 mg.
Seperti jenis racun ular cobra, racun kalajengking juga merupakan racun saraf.
“Keunikannya bisa berkaitan dengan sel saraf. Saat racun masuk ke sistem saraf, akan masuk ke sistem saraf besar. Dalam beberapa kasus digunakan untuk terapi kanker karena bisa dengan cepat masuk ke sel saraf terutama di otak,” ujar Rama.
Karena ukuran molekulnya yang relatif kecil, maka saat ini racun kalajengking digunakan sebagai obat terapi penyakit kanker di Amerika Serikat.
“Beberapa ilmuwan menggunakan sebagai terapi kanker yang baru karena sifatnya cepat dan ukuran (molekulnya) tak besar. (Ini memungkinkan) masuk dengan cepat ke bagian tubuh yang relatif susah dijangkau oleh obat yang berukuran lebih besar. Biasanya obat kanker itu molekulnya besar,” kata Rama.
“Jadi, pengobatan dengan racun kalajengking digunakan karena ukurannya lebih kecil yang susah ditembus oleh obat kanker konvensiona,” lanjutnya.
Karena itu, racun dari kalajengking dan serangga lainnya saat ini sedang diteliti sebagai cikal bakal obat masa depan.
“Di masa depan, ini menjadi salah satu sumber obat yang luar biasa. Potensinya luar biasa. Tak hanya racun kalajengking, bisa juga binatang lain,” ujar Rama.
“Pepida (racun) jenis ini ukurannya kecil dan efek sampingnya kecil. Umurnya pendek dan tak ada istilah kecanduan,” tambahnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)