Washington – Penggunaan teknologi digital untuk kepentingan politik kembali disorot setelah terbongkarnya skandal pencurian 50 juta profil pengguna Facebook oleh perusahaan analisis data yang berbasis di Inggris, Cambridge Analytica.
Pencurian tersebut diduga dilakukan Cambridge Analytica untuk menggiring opini politik yang menguntungkan bagi politikus yang membayar mereka.
Salah satu politisi dunia yang diduga kuat menggunakan jasa pencurian puluhan juta profil media sosial ini adalah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Pasalnya, pada tahun 2017 lalu, Cambridge Analytica pernah mengklaim bahwa pihaknya berperan penting dalam memenangkan Trump pada Pilpres AS lalu.
Skandal ini terbongkar setelah Reporter Channel 4 menyamar dan merekam pernyataan sejumlah karyawan dan CEO Cambridge Analytica, Alexander Nix, terkait pencurian data profil para pengguna Facebook.
Rekaman ini lantas ditayangkan melalui stasiun televisi Channel 4 pada hari Senin (19/3/2018), dalam bentuk film dokumenter.
Nix dan karyawannya mengungkapkan, pihaknya bisa mengumpulkan 50 juta profil pengguna Facebook hanya dalam beberapa bulan.
Setelah skandal ini terbongkar, pihak perusaahan Cambridge Analytica langsung memberhentikan CEO Alexander Nix.
“Hari ini, Cambridge Analytica telah memberhentikan CEO Alexander Nix, sambil menunggu hasil penyelidikan independen menyeluruh,” kata perusahaan tersebut dalam siaran pers, Selasa (20/3/2018).
“Komentar Nix yang diam-diam terekam oleh Channel 4, maupun tuduhan lainnya tidak mewakili nilai-nilai perusahaan. Pemberhentian Nix menunjukkan keseriusan kami dalam menanggulangi pelanggaran ini,” tambah Cambridge Analytica.
“Kami akan memantau situasi ini dengan saksama, untuk memastikan bahwa Cambridge Analytica mencerminkan nilai-nilai perusahaan dan memberikan layanan berkualitas tinggi kepada kliennya,” tandasnya.
Sementara itu, belum ada tanggapan resmi dari Facebook terkait skandal ini.
(samsul arifin – www.harianindo.com)