Banyuwangi – Sebuah kisah menarik terjadi di ujung timur pulau Jawa dimana seorang perempuan berhijab bernama Martina Puspita yang aktif berkegiatan di lingkungan SMA Katolik Hikmah Mandala Kota Banyuwangi.
Kepada Kompas.com, dirinya mengaku bahwa “Sejak pertama kali mengajar di SMA Katolik tahun 2015 saya sudah menggunakan jilbab. Alhamdulih tidak pernah ada masalah. Syaratnya yang penting rapi,”
SMA Katolik Hikmah Mandala bukan tempat baru bagi perempuan kelahiran Banyuwangi, 31 Januari 1993, karena Martina menyelesaikan pendidikan sejak TK hingga SMA di sekolah Katolik yang berada di jalan Jaksa Agung Suprapto, Banyuwangi.
“Ayah menjadi sopir keuskupan lebih dari 25 tahun. Jadi sekalian sekolahnya. Ayah saya Islam, ibu saya Islam, semua keluarga besar juga Islam. Dan, ini tidak menjadi masalah bagi kami. Ayah banyak mengajarkan tentang toleransi dan beliau adalah orang yang sangat taat sekali beribadah. Sekarang sudah pensiun,” kata Martina.
Lulus SMA tahun 2011, Martina kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Jember Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Dan yang menarik dari kisah ini ialah, semua biaya kuliah ditanggung secara pribadi oleh Romo Tiburtius Catur Wibawa, kepala SMA Katolik Hikmah Mandala.
“Saat itu saya bilang Romo Catur saya menggunakan jilbab. Lalu romo bilang ya nggak apa-apa. Ngajar saja, yang penting jilbabnya rapi. Dan, saya akhirnya pulang kembali ke almamater saya untuk mengajar dan wisuda tahun 2016,” jelasnya.
Walaupun mengajar dengan mengenakan hijab di sekolah Katolik, Martina mengaku tidak pernah mendapatkan diskriminasi, bahkan dia juga bebas beribadah. “Ada ruang pribadi yang diizinkan untuk saya shalat,” jelasnya.
Dan dikonfirmasi di waktu yang hampir bersamaan, Romo Tiburtius Catur Wibawa menjelaskan bahwa sejak menjadi kepala SMA Katolik Hikmah Mandala pada tahun 2006 hingga sekarang, sudah ada 11 orang lulusan SMA yang dia kuliahkan. Sembilan orang sudah lulus dan dua orang masih menempuh pendidikan.
“Saya kuliahkan mereka yang memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikan dan secera ekonomi menengah ke bawah. Dan, saya tidak mengikat mereka. Bebas setelah lulus mau ke mana saja. Dari sembilan yang sudah lulus semuanya mengajar tidak hanya di sini, ada juga yang di Malang. Salah satunya ya Bu Martina,” kata Romo Catur.
“Jangan sampai orang tidak sekolah hanya karena alasan miskin,” pungkasnya.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)