Jakarta – Dalam Pemilu 2019 mendatang, nama Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto masih menjadi dua kekuatan terbesar di tanah air. Pasalnya, kedua tokoh tersebut juga dianggap sebagai tokoh yang sanggup menyatukan bangsa. Dari beberapa hasil survei, keduanya selalu menempati urutan pertama dan kedua.
Lalu, bagaimana jika Jokowi dan Prabowo bersatu menjadi satu kesatuan?
Menurut Ketua Umum DPP Taruna Merah Putih (TMP), Maruarar Sirait, berpolitik harus memiliki tujuan yang tulus untuk bersama-sama membangun bangsa dan negara. Oleh sebab itu, apabila ini yang menjadi tujuan bersama, maka segala perbedaan bisa disatukan.
Hal tersebut diungkapkan oleh politisi PDIP tersevyt ketika menjadi salah satu pembicara dalam diskusi Temuan Survei Nasional yang bertajuk ‘Tahun Politik 2018: Kekuatan Partai dan Calon Presiden’, Selasa (2/1/2017). Dalam diskusi yang digelar Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) di bilangan Cikini, Jakarta Pusat tersebut, hadir pula beberapa tokoh lainnya.
Selain Direktur SMRC Djayadi Hanan, hadir juga politikus Partai Gerindra Feri Julianto, Waketum PAN Hanafi Rais, dan Politisi Partai Golkar Happy Bonne. Maruarar melanjutkan, jika Jokowi dan Prabowo disatukan maka ini akan menjadi energi positif dalam membangun bangsa.
Pasalnya, selama ini kedua figur tersebut memiliki gagasan besar dalam membangun bangsa. Lebih lanjut Ara mengemukakan bahwa harapan tersebut telah dijawab dalam hasil survei yang dilakukan SMRC. Mayoritas publik menghendaki agar kedua tokoh bangsa ini dipersatukan dalam Pilpres 2019 nanti.
“Jika Prabowo dan Jakowi disatukan ini akan lebih efektif dan stabil,” tegasnya.
“Berdasarkan hasil survei menghendaki agar kedua tokoh ini bersatu dalam satu pasangan di Pilpres 2019 nanti. Angkanya lumayan besar yakni 66,9 persen,” jelasnya.
Seandainya kedua tokoh bangsa ini bersatu, publik menghendaki Jokowi sebagai calon presiden dibanding Prabowo. Kendati demikian pria yang akrab disapa Ara ini mengatakan bahwa untuk menyataukan kedua tokoh bangsa ini bukanlah sesuatu yang mudah. Pasalnya, masing-masing memiliki pendukung yang kuat.
“Jika keduanya bersatu yang menghendaki Jokowi sebagai capres sebanyak 66,9 persen. Sementara Prabowo hanya 28,4 persen,” imbuhnya.
“Ini tidak mudah untuk dipersatukan. Namun jika ini bersatu maka akan lebih kondusif dan stabil,” demikian Maruarar.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)