Jakarta – Presiden RI ke-5 yang juga anak dari proklamator Soekarno, Megawati Soekarnoputri, kembali menyinggung soal penyebutan kata ‘diktator’ yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.
Menurut Megawati, mereka yang menyebut Jokowi diktator dan menghujat lewat media sosial adalah pengecut karena seharusnya mereka datang baik-baik untuk menyampaikan pendapatnya.
“Mohon maaf waktu kemarin saya bela Presiden saya, mungkin anda baca dan viral di medsos, yang saya bilang Presiden dibilang diktator, saya bilang sama Beliau, malu buat apa ya. termasuk saya susah-susah bikin reformasi, sekarang langsung dibilang diktator saya. saya bilang ‘eh orang itu pengecut,’ datang baik-baik, jangan ngomong lagi di medsos, bullying orang nggak jelas. tunjukkan sikap kamu,” kata Mega di Auditorium Utama LIPI lantai 2, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (15/8/2017).
Keluarnya Perppu Ormas yang menjadi awal bukan mencerminkan bahwa pemerintah saat ini diktator, karena hal itu dilakukan untuk menyelamatkan negara.
“Bapak-bapak diktator, sebut opo, nggak boleh presiden bikin Perppu, saya juga pernah presiden, boleh. kenapa nggak boleh, lalu kalau negara dalam keadaan bahaya pie? Nih tanya polisi tuh,” tegas Megawati.
Megawati menambahkan, dirinya membela Jokowi karena langkah yang diambil pemerintah konstitusional, dan wajar bila Presiden mengeluarkan Perppu.
“Kalau saya ya saya bela mati-matian, konstitusional, seorang presiden itu buat Perpres, Perppu, opo, memangnya nggak boleh apa, boleh,” terangnya.
Mega juga membantah pernyataan bahwa Perppu Ormas untuk membungkam kebebasan berpendapat dan beraspirasi. Menurut Mega, pemerintah harus bertindak tegas bila aspirasi tersebut menyimpang.
“Kenapa? Karena itu membungkam, gitu, aspirasi dan sebagainya. Nah kalau aspirasinya benar nggak benar piye tho. Tuh Agus aja manggut-manggut, artinya dia setuju lho. Nah setuju lho,” tutur Mega.
Sebelumnya, sejak diterbitkannya Perppu Ormas sejumlah pihak menyatakan ketidaksetujuannya dan menyebut pemerintahan saat ini diktator.
Presiden Jokowi sendiri dalam berbagai kesempatan menyebutkan bahwa kediktatoran tidak dapat terjadi di Indonesia karena adanya pengawasan dari media, LSM, dan lembaga negara yang lainnya.
“Merujuk konstitusi kita, tidak ada satu pun institusi yang memiliki kekuasaan mutlak apalagi seperti diktator konstitusi memastikan adanya perimbangan kekuasaan antar lembaga-lembaga negara,” kata Jokowi saat menghadiri simposium Internasional MK se-Asia di Solo, Rabu (9/8/2017).
(samsul arifin – www.harianindo.com)