Jakarta – Johannes Marliem, saksi kunci kasus korupsi pengadaan e-KTP, ditemukan tewas dengan luka tembak di sebuah rumah di Los Angeles, Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, Johannes menjabat sebagai Direktur Biomorf Lone LLC Amerika Serikat.
Perusahaan tempat Johannes bekerja ini merupakan penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1 yang digunakan pada proyek e-KTP.
Dikutip dari Star Tribune, Sabtu (12/8/2017), Johannes merupakan salah satu penyumbang dana terbesar pada pesta inaugurasi kedua Presiden AS Barack Obama. Johannes tercatat menyumbang dana sebesar USD 225.000 atau sekitar Rp 3,2 miliar. Hanya selisih sekitar USD 25.000 dari sumbangan perusahaan multinasional ExxonMobil.
Selain itu, Johannes juga tercatat sebagai CEO dan pendiri Marliem Marketing Group di Minneapolis dan Jakarta. Perusahaan yang dibentuk pada tahun 2006 ini menghubungkan perusahaan AS yang ingin menjual produk dan layanan di Indonesia.
Di Amerika Serikat, Johannes pernah bermasalah dengan hukum, yaitu pada tahun 2010 dimana Johannes dinyatakan bersalah atas kasus penipuan cek kosong senilai USD 10 ribu. Cek tersebut tertulis nama Bank TCF untuk disimpan di rekening Bank Wells Fargo.
Sedangkan pada kasus korupsi e-KTP, Johannes disebut memberikan sejumlah uang kepada Sugiharto, salah satu terdakwa pada kasus ini.
“Setelah Konsorsium PNRI dinyatakan lulus evaluasi terdakwa II (Sugiharto) melalui Yosep Sumartono menerima uang dari Paulus Tanos sejumlah USD 300 ribu yang diterima di Menara BCA, Jakarta, dan dari Johannes Marliem sejumlah USD 200 ribu, yang diterima di Mal Grand Indonesia, Jakarta,” tulis jaksa dalam surat tuntutan pada saat itu.
Uang ini disebut untuk membayar pengacara Hotma Sitompoel, dan sebagian dibelikan satu unit mobil Honda Jazz oleh Sugiharto.
“Bahwa pada bulan Mei 2012 sampai November 2012, Terdakwa II melakukan pembayaran pekerjaan pengadaan sistem AFIS tahun 2012 yang produknya disediakan oleh Johannes Marliem. Pada bulan Oktober 2012, Terdakwa II menerima uang sejumlah USD 20 ribu dari Johannes Marliem melalui Husni Fahmi, yang kemudian ditukarkan oleh Terdakwa II sehingga memperoleh sekitar Rp 190 juta. Kemudian Terdakwa II menggunakan sebesar Rp 150 juta untuk membeli 1 unit mobil Honda jazz nomor polisi B-1779-EKE dan sisanya sebesar Rp 40 juta untuk kepentingan pribadi Terdakwa II,” tulis jaksa.
Johannes sendiri dalam proyek disebut mendapatkan keuntungan sebesar USD 14.880.000 dan Rp 25.242.546.892 dalam proyek itu.
“Bahwa atas pembayaran sistem AFIS tersebut di atas, Johannes Marliem memperoleh keuntungan sebesar USD 14.880.000 dan Rp 25.242.546.892,” sambung jaksa.
(samsul arifin – www.harianindo.com)