Jakarta – Pada hari Kamis (10/8//2017) lalu perhatian publik tertuju kepada pertemuan ‘tidak biasa’ antara putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dengan putra sulung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Dalam pertemuan untuk meresmikan The Yudhoyono Institute ini, Gibran menyajikan dua masakan khas Jawa Tengah khusus untuk AHY, yakni gudeg dan bubur lemu.
Menurut Dosen Prodi Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Heri Priyatmokom, ada filosofi tersendiri di balik semangkuk bubur lemu, atau yang oleh masyarakat Jawa Tengah sering disebut jenang lemu.
“Dari kacamata sosiologi, jenang (bubur) adalah makanan tradisional yang tak terperangkap dalam kasta sosial. Dari keluarga raja, priyayi, hingga wong cilik sama-sama memakai jenang untuk dikonsumsi dan sebagai sesaji,” jelas Heri Priyatmoko, Jumat (11/8/2017).
Heri juga menjelaskan, jenang merupakan lambang kesederhanaan. Selain bahannya dapat diambil dari lingkungan sekitar atau tidak perlu impor, cara pembuatan jenang juga dilakukan dengan sederhana.
Terakhir, jenang juga biasanya disajikan di atas daun pisang yang bisa didapatkan dari lingungan sekitar.
“Menghadirkan dan membincangkan jenang berarti kita melihat bentuk Nusantara yang asli, tanpa kepalsuan. Pelajaran hidup sederhana, dan tiada kesenjangan sosial,” tulis Heri.
(samsul arifin – www.harianindo.com)