Jakarta – Seorang pria diketahui berinisial MA dikeroyok ramai-ramai oleh warga sekitar karena diduga telah mencuri amplifier Musala Al-Hidayah di Kampung Cabang Empat, RT 02/01, Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Bekasi pada hari selasa (01/08/2017) kemarin.
Tak puas memukul dang mengeroyok MA, warga pun mulai brutal hingga menyiramkan bensin dan membakar MA secara hidup-hidup. Setelah ditelusuri ternyata MA pergi ke Musala karena hendak menunaikan ibadah shalat Ashar.
Mendengar kabar tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya ikut memberikan tanggapannya. Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Anton Tabah Digdoyo, mengatakan bahwa tragedi yang menimpa pengeroyokan dan pembakaran hidup-hidup yang dialami oleh MA ini merupakan hal yang diluar nalar manusia normal.
Anton mengatakan bahwa sebagai umat Islam, seharusnya mendahulukan nalar dan hati. Terlebih lagi kejadian tersebut terjadi di dekat Musala, dekat Rumah Allah.
“Orang beriman itu selalu berpikir ada Allah yang dapat melihat seluruh perbuatan yang dilakukan oleh manusia,” terangnya, Minggu (06/08/2017).
Baca juga : Mulai Temukan Titik Terang, Polisi Periksa Saksi Kasus Pria Dibakar Hidup-Hidup
Pensiunan polisi berpangkat Brigadir itu pun sangat menyesalkan peristiwa main hakim sendiri yang sudah terjadi. Terlebih lagi tidak adanya proses tabayyun (bertanya kebenarannya) yang dilakukan. Massa langsung saja mengeroyok MA seketika tanpa menghiraukan bahwa MA sempat berteriak tentang dirinya yang memang tukang servis amplifier.
“Mereka langsung memukul kepalanya dengan besi sehingga orang tersebut pingsan sehingga orang tersebut langsung pingsan tak berdaya dan mereka kemudian menyiram dengan bensin dan membakarnya sehingga korban tewas seketika,” sesal Anton.
Pada saat kejadian MA memang sedang membawa amplifier yang akan diperbaiki. Sedangkan amplifier Musala masih tetap berada diposisinya dan utuh.
“Kenapa umat Islam Bekasi ini kehilangan akal sehatnya sehingga bengis seperti hewan ? Dimana Keislaman dan Keimanan mereka saat itu?” tanya Anton keheranan.
Akibat peristiwa biadab itu, anak korban yang masih berusia 5 tahun harus menjadi anak yatim sedangkan sang istri korban yang tengah hamil 5 bulan itu menjadi janda.
“Hukum wajib ditegakkan. Saya harap para pelakunya segera ditemukan dan ditangkap lalu dihukum dengan sangat berat. Kalau dalam Hukum Islam itu harus dihukum mati,” tegasnya.
(Muspri-www.harianindo.com)