Kotawaringin Barat – Peristiwa penamparan yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap seorang bocah kelas VI SDN 1 Kumai Hilir, Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, meninggalkan kecaman di tengah masyarakat karena hal itu dilakukan oleh aparat yang seharusnya memberikan perlindungan, apalagi korbannya adalah anak-anak.
Oknum polisi dari Satuan Sabhara Polres Kotawaringin Barat berinisial ASS menampar MAD di hadapan guru dan siswa lainnya pada Jumat (14/7/2017) sekitar pukul 10.30 waktu setempat.
Akibat dari tamparan tersebut membuat wajah bocah dari bocah berusia 12 tahun tersebut menjadi lebam dan giginya hampir lepas. MAD juga dikabarkan mengalami trauma.
Peristiwa ini menjadi perbincangan warga, apalagi kini beredar kabar bahwa ASS memberikan uang sebesar Rp 700 ribu kepada keluarga korban sebagai ganti biaya pengobatan.
“Duit Rp 700 ribu untuk mengganti trauma seumur hidup yang akan dialami bocah SD. Trauma pasti akan dialami di masa depan, ketakutan dengan polisi akan dialami korban,” kata Rudi, salah seorang warga Kelurahan Sidorejo, Pangkalan Bun, Minggu (16/7/2017).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Dede, warga Kumai Hilir, yang mempersoalkan ikut campurnya ASS terhadap perkelahian anaknya, bahkan memukul korban di hadapan guru dan siswa lainnya.
“Hal yang wajar anak SD seperti itu. Yang jadi masalah itu, kenapa polisi sebagai orang tua ikut-ikutan bahkan sampai memukul. Bisa saja damai, tapi proses hukum tetap lanjut. Apalagi di pemberitaan, ayah korban menyebut bahwa terpaksa damai karena ketakutan,” ujar Dede kesal.
Kasus ini juga menjadi perhatian Ketua Komisi C DPRD Kalteng H Samsul Hadi, yang mengatakan bahwa oknum polisi ASS telah melakukan pelanggaran sebagai aparat.
“Ada tiga hal pokok yang telah dilanggar oleh oknum polisi itu,” ucapnya.
Yang pertama, ASS tidak mengikuti semangat institusi polri yang sedang melakukan reformasi dengan melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat. Yang kedua, ASS telah memberi contoh yang tidak benar dengan main hakim sendiri.
“Terakhir, secara tidak langsung dan tidak sadar apa yang dilakukannya itu menciptakan trauma yang mendalam pada anak-anak sekaligus menghambat perkembangan anak (korban) itu sendiri,” terang Samsul Hadi.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kobar Aida Lailawati juga menyampaikan keprihatinanya terhadap peristiwa tersebut.
(samsul arifin – www.harianindo.com)