Jakarta – Wacana Museum Rekor Indonesia (Muri) untuk mencatatkan rekor papan bunga terbanyak untuk Ahok-Djarot dinilai berbagai kalangan kurang tepat. Menurut Lieus Sungkharisma selaku Tokoh Tionghoa, terdapat sejumlah alasan mengapa Muri harus mengkaji ulang rencana itu.
Pertama, permintaan penghargaan terkait ribuan papan bunga berisi ucapan kepada Ahok-Djarot dilakukan secara tidak etis, tidak sopan, penuh caci-maki, dan hujatan. Hal tersebut bisa dilihat dari komentar-komentar yang muncul di media sosial.
Kedua, motif pengiriman karangan bunga untuk Ahok-Djarot tersebut tidak baik. Ada dugaan kiriman tersebut hanya ledekan dan sangat pekat nuansa megalomania.
“Sudah kalah tapi tetap sok jago. Dalam hal ini arogansi Ahoker keliatan sangat jelas. Setahu saya, MURI adalah lembaga berlandaskan itikad positif. Bila penghargaan itu diberikan maka itu sama saja penghianatan dari landasan MURI,” tukas Lieus, Kamis (4/5/2017).
Ketiga, manuver pengiriman karangan bunga berbudget miliaran rupiah yang dikirim ke Balai Kota tidaklah sensitif sosial.
“Di saat kemiskinan merajalela, Ahoker gaya-gayaan pamer finansial power untuk nyampah. Bahkan disebut-sebut bobot sampah karangan bunga mencapai lebih dari 8 ton,” lanjut Lieus.
Baca juga: Polisi Sarankan Habib Rizieq Ke LPSK Jika Merasa Terancam
“Sedari awal sikap mereka memang tidak santun. Mereka mesti diajari tata krama dan sopan santun. Dengan pembatalan penghargaan ini, MURI memberi pelajaran berharga kepada Ahok dan masyarakat. Ahok mesti sadar, dia dirusak oleh para pengikutnya sendiri,” pungkasnya. (Yayan – www.harianindo.com)