Jakarta – Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) yang kini menjabat sebagai Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka, Adhyaksa Dault, membantah tuduhan bahwa dirinya anti Pancasila dan kebhinnekaan.
Hal ini perlu dikatakan oleh Adhyaksa Dault terkait beredarnya video dimana dirinya menghadiri acara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada tahun 2013 lalu.
“Seperti banyak acara organisasi lain yang saya hadiri, saya dan beberapa tokoh hadir di acara HTI itu sebagai undangan. Saya bukan simpatisan HTI, apalagi anggota HTI,” kata Adhyaksa dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/5/2017).
Adhyaksa merasa dirinya difitnah dengan beredarnya video yang telah terjadi pada empat tahun yang lalu ini.
“Karena video itu, saya difitnah anti Pancasila dan anti NKRI. Bagaimana mungkin saya dituduh anti Pancasila?” ungkapnya.
Adhyaksa kemudian menjelaskan bahwa dirinya selalu mengikuti kegiatan penataran atau seminar yang berhubungan dengan Pancasila dan kewarganegaraan, mulai dari P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), Tarpadnas (Penataran Kewaspadaan Nasional), Suspadnas (Kursus Kewaspadaan Nasional), Bela Negara, menjadi Ketua Umum KNPI, Menpora, hingga kini menjadi Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka.
“Sampai detik ini, di manapun dan setiap ke daerah, saya selalu menyampaikan pada generasi muda agar mempertahankan dan merawat Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Tahun 2016 kemarin, saya menggagas lomba foto #PramukaPancasila agar generasi muda menghayati dan mengamalkan Pancasila,” paparnya.
Terkait kata-katanya di video tersebut yang menyebutkan soal ‘khilafah islamiyah’, Adhyaksa menerangkan bahwa khilafah yang ia maksud bukan seperti versi HTI.
“Mengenai khilafah islamiyah itu memang ada hadistnya, tapi khilafah yang saya maksud adalah khilafah islamiyyah yang rosyidah, bukan khilafah yang berarti meniadakan negara, bukan khilafah versi Hizbut Tahrir, apalagi ISIS dan sebagainya. Terkait video itu, harus dilihat juga tempat dan waktu saya berbicara, itu video empat tahun lalu. Sekarang tahun 2017, artinya video tersebut tidak relevan,” jelas Adhyaksa.
Adhyaksa juga menegaskan bahwa baginya, Pancasila, UUD 45, dan NKRI adalah harga mati.
“Jadi Pancasila, UUD 45, NKRI Bhinneka Tunggal Ika harus kita pertahankan dan kita rawat untuk generasi selanjutnya. Pancasila sudah menjadi kesepakatan pendiri Republik Indonesia. NKRI harga mati,” tegasnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)