Jakarta – Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, Ikhsan Abdullah, mengatakan bahwa tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terlalu ringan.
Ikhsan Abdullah mengaku sangat kecewa dengan apa yang menjadi tuntutan jaksa terhadap Ahok. Apalagi kasus Ahok ini juga menjadi perhatian dunia.
“Tuntutan jaksa mencederai proses peradilan pidana, yang tentu saja peradilan Basuki Tjahaja Purnama bukan hanya jadi atensi publik di Indonesia. Tapi juga internasional. Soal bagaimana implementasi hukum di Indonesia,” kata Ikhsan dalam diskusi di Warung Daun, Jalan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/4/2017).
Menurut Ikhsan, Jaksa Agung M Prasetyo seharusnya mengetahui isi tuntutan dari JPU, namun Jaksa Agung disebutnya telah melakukan politik partisan dalam konteks Pilkada DKI Jakarta.
“Ini yang tidak diantisipasi jaksa agung. Tentu saja kami melihatnya, bahwa jaksa agung memberikan politik partisan atau politik pilkada. Jaksa itu satu. Jadi dia buat rentut (rencana tuntutan). Buat tuntutan. Jaksa agung pasti tahu,” tuturnya.
Tuntutan yang dibacakan oleh JPU beberapa waktu lalu itu disebut akan menimbulkan rasa ketidakpercayaan publik terhadap pengadilan dan membatalkan legitimasi atas sikap keagamaan yang sudah dikeluarkan oleh MUI.
“Kemudian, tindakan jaksa agung ini dalam tuntutannya tidak menciptakan bagaimana hukum di Indonesia jadi baik. Tapi membelah umat dan memunculkan distrust,” ujar Ikhsan.
“Kedua, kami dari MUI menyayangkan tuntutan jaksa ini. Kenapa kemudian jaksa tidak menerapkan hukum yang sebenarnya. Ini mendelegitimasi sikap keagamaan MUI yang dikeluarkan pada 11 November 2016. Ini bukan hanya MUI yang didelegitimasi pendapatnya. Tapi juga pendapat NU dan Muhammadiyah,” tandasnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)