Jakarta – Jaksa penuntut umum (JPU) menyebut terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah memenuhi dua unsur pidana dalam kasus dugaan penistaan agama. Hal ini diungkapkan jaksa saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Menurut jaksa, dua unsur tersebut yakni ‘barang siapa’ dan ‘di muka umum’.
“Bahwa unsur barang siapa telah terpenuhi menurut hukum,” ujar jaksa di PN Jakut, Jl RM Harsono, Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Unsur lainnya yakni ‘di muka umum’ juga terpenuhi karena perbuatan Ahok dilakukannya di depan umum saat memberikan pidato di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, 27 September 2016 lalu.
“Kegiatan itu telah direkam dan diliput Diskominfo dan diunggah ke Youtube yang berdurasi 1 jam 40 menit dan dapat diakses secara luas,” ucapnya.
“Unsur di muka umum dipenuhi,” tambahnya.
Sedangkan ucapan Ahok yang dipermasalahkan yakni:
“Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya ya kan? dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak bapak-ibu ya. Jadi kalau bapak-ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, enggak apa-apa. Karena ini panggilan bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi, bapak ibu enggak usah merasa enak, karena nuraninya enggak bisa pilih Ahok. Kalau kerasa enggak enak, bapak ibu bisa mati pelan-pelan lho kena stroke”
Ada pun pasal 156 a KUHP yang dikenakan terhadap Ahok berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
(samsul arifin – www.harianindo.com)