Jakarta – Saksi ahli Prof Dr Rahayu Sutiarti Hidayat yang dihadirkan di sidang Ahok menilai bahwa pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang menyinggung soal Al-Maidah 51 tidak mengandung unsur penodaan ataupun penistaan agama, Selasa (21/3/2017) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.
Dalam persidangan ke-15 kasus dugaan penodaan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Rahayu menegaskan bahwa untuk memahami masalah secara utuh juga harus mendalami terhadap masa lalu seseorang. Terkait hal ini, Rahayu sudah membaca buku yang ditulis oleh Basuki Tjahaja Purnama yang juga sempat menyinggung oknum elit yang menggunakan Al-Maidah 51 untuk tujuan politik.
”Sebagaimana saya jelaskan kepada hakim ketua tadi, tidak ada,” jelas Rahayu ketika ditanya tentang dugaan adanya pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang mengandung tentang penodaan atau penistaan agama.
Lebih lanjut, Rahayu tidak menutup kemungkinan bahwa ada satu pihak atau lebih yang dituduhkan Ahok tentang penggunaan ayat suci surat Al-Maidah nomor 51 sebagai alat kebohongan. Menurutnya, meskipun Ahok menulis bahwa oknum-oknum elit yang menggunakan ayat tersebut, dalam pidatonya di Kepulauan Seribu, Ahok juga mengarahkan itu untuk pihak lain.
“Di konteks pidatonya di Pulau Seribu tidak hanya ini (oknum elit), tapi bisa siapa saja,” tutur Rahayu.
Baca juga: Sidang Banding Kasus Reklamasi Bakal Diawasi KPK dan KY
Selain itu, Rahayu menilai bahwa apa yang diujarkan Ahok dalam pidatonya di Kepulauan Seribu sebenarnya tidak lebih kuat daripada yang ditulis Ahok dalam bukunya. Menurut Rahayu, bahasa tulis merupakan bukti lebih kuat dari bahasa lisan.
“Karena bahasa tulis itu kan artinya teks tulis disusun menggunakan waktu, jadi tidak spontan, bisa direvisi dan sebagainya, sehingga isinya itu bisa menjadi lebih kuat lebih berbobot daripada teks lisan,” jelas Rahayu. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)