Kairo – KH Said Aqil Siroj selaku Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) dalam sela-sela kegiatanya dalam muktamar Muslim Council of Elders di Mesir, menyempatkan hadir di tengah-tengah kita dalam acara Dialog Kebangsaan yang di selenggarakan PCINU Mesir dengan tema “Peran Ulama Nusantara dalam Peradaban Dunia” di Aula Fakultas al-Lughah Al-Arabiyah Universitas al-Azhar asy-Syarif, Darrasah, Kairo 1 Maret 2017.
Acara itu dimulai dengan pembacaan Simtudduror oleh kawan-kawan LSBNU Mesir juga dimeriahkan oleh tim seni marawis dari Kekeluargaan Mahasiswa Jakarta. Qori’ andalan Masisir Abdul Ghoni Njaih juga turut serta melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dengan suara merdunya.
PAda sesi selanjutnya Ilman Abdul Haq selaku ketua Tanfidzyah PCINU Mesir menyampaikan bahwa “pertemuan ini adalah pertemuan dua simbol besar kemoderatan Islam, NU dan Al-Azhar” tuturnya.
Selain dialog turut diisi dengan pelantikan JATMANU serta peluncuran sistem wakaf sekretariat PCINU Mesir.
Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Mesir, Helmy Fauzi telah dua kali hadir dalam acara besar yang di selenggarakan PCINU Mesir. Kali ini ia menyampaikan beberapa poin terkait tema pembahasan.
Ia mengatakan bahwa Islam Nusantara telah terbukti mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun peradaban dunia. Ia juga menyinggung point penting dalam muktamar yang digelar oleh Muslim Council of Elders, utamanya menyangkut tema.
Ia menyampaikan bahwa topik yang sedang dibahas dalam muktamar tersebut, sebenarnya sudah tuntas dibahas oleh NU, “Apa yang dibahas oleh Muslim Council of Elders saat ini sudah pernah dibahas oleh NU sejak lama dan sudah selesai”, ucap beliau di iringi riuh tepuk tangan para hadirin.
Setelah itu, acara pun dilanjutkan menuju acara puncak yaitu, dialog kebangsaan yang dinarasumberi oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan dimoderatori oleh kandidat doktoral Universitas al-Azhar asy-Syarif juga aktivis senior Said Aqil Siradj (SAS) Center, Moh. Aonul Abied Syah.
Dalam dialog tersebut Kiai Said mengawali pemaparannya dengan menegaskan bahwa Islam bukan hanya tentang akidah dan syariah, tapi lebih dari itu, Islam adalah agama, budaya, peradaban sekaligus kemanusiaan, “Islam bukan sekadar agama, akidah dan syariah, akan tetapi Islam adalah agama, budaya, peradaban dan kemanusiaan,” tegasnya.
Hal tersebut dijelaskan dengan memberikan visualisasi historis dari bagaimana Islam dalam perjuangan awal di masa Nabi SAW. Secara runtut ia mengulas sejarah Islam dimulai dari peristiwa hijrahnya Muslim Mekah atau Muhajirin menuju madinah.
Kiai Said mengutarakan bahwa dari perpindahan ini, Islam menemui perjumpaannya dengan sebuah masyarakat yang plural, berbeda-beda suku, agama dan keturunan. Atas dasar keberagaman tersebut, Nabi SAW pun mencetuskan piagam Madinah yang ditujukan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat di Madinah.
Kiai Said pun menjelaskan jika hal itu merupakan awal mula Nabi SAW mendirikan negara yang dilandaskan pada asas konstitusi madani bukan pada agama. “Sejak awal, Nabi SAW membangun sebuah negara berdasarkan civilitation bukan berdasarkan agama,” terangnya.
Sementara, lanjutnya, yang menjadi pertimbangan konstitusi adalah bukan persoalan beda agama, suku ras dan budaya, melainkan tentang persoalan keadilan dan pelanggaran norma adat dan budaya.
Selanjutnya, Kiai Said mengarahkan pembahasan menuju topik Islam Nusantara. Ia mengatakan jika dilihat dari sejarah, terdapat beberapa kesamaan dalam awal penyebaran Islam di Madinah dengan Islam Nusantara.
Said Aqil menjelaskan bahwa kesuksesan penyebaran Islam di Nusantara tidak bisa terlepas dari faktor budaya. Menurutnya, dalam penyebaran Islam di Nusantara, budaya lokal disulap menjadi sebuah infrastruktur yang mendukung penyebaran agama, “Budaya dijadikan infrastruktur oleh agama, bukan menghapusnya, akan tetapi menguatkanya,” tambahnya.
Dalam pandangan Kiai Said, hal yang perlu dipertahankan dulu di dalam kehidupan bernegara adalah tanah air, “Tanah air dulu kita pertahankan, baru bicara tentang Islam,” tegasnya.
Hal itu, lanjutnyan sesuai dengan sikap yang dicontohkan salah satu figur ulama nasionalis Nusantara sekaligus pendiri NU, Hadratussyekh Hasyim Asy’ari.
Baca juga: Said Aqil : “Pilih Saya Masuk Surga, Jangan Pilih Itu Nanti Masuk Neraka, Nggak Usah Seperti Itu”
Oleh sebab itu, kenapa di awal dialognya Kiai Said mengatakan bahwa apa yang dibahas oleh Muslim Council of Elders sekarang tentang kebebasan, kewarganegaraan, keberagaman dan integrasi, sudah dipikirkan lebih dahulu oleh kiai kita, KH Hasyim Asy’ari. (Yayan – www.harianindo.com)