Jakarta – Masyarakat diajak oleh Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Binamadani KH Suaidi agar tidak mudah diadu domba dengan isu politik yang dibalut dengan unsur agama, khususnya bagi para mahasiswa.
“Manusia itu makhluk berbudaya. Apalagi Islam mengajarkan persatuan dan kesatuan. Jangan sampai terkecoh,” pesan Suaidi saat menjadi pembicara pada Diskusi Politik Islam, Sabtu (14/1/2017) siang, di Aula STAI Binamadani, Tangerang.
Pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah as-Suaidiyah Kebon Kopi tersebut menjelaskan bahwa manusia dalam bahasa Arab disebut al-insan. Secara gramatikal Arab, kata al-insan berasal dari tiga akar kata, yakni anas, anisa, dan nasiya. Kata tersebut memiliki berbagai arti diantaranya damai, berilmu, dan beradab.
“Dari situ, kita mesti menjaga kedamaian. Apalagi sebagai umat Islam. Ketum PBNU sering menjelaskan Islam bukan sekadar agama akidah dan syariat. Islam itu juga agama budaya, agama peradaban,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa Rasulullah pernah mencontohkan berpolitik yang santun. Suaidi lantas bercerita tentang Kaab bin Huzair, seorang penyair yang syair-syairnya mencela Nabi. Para sahabat pun merasa geram dengan apa yang dilakukan Kaab. Singkat cerita, ia menjadi buruan sahabat yang ingin menangkap dan membunuhnya atas tindakannya menghina Rasulullah.
“Berita itu pun tersiar secara cepat di masyarakat, hingga Kaab pun mengetahuinya. Setelah mendengar berita yang beredar, Kaab merasa takut dan mencari perlindungan,” jelasnya.
“Mendengar tutur kata Nabi yang santun, Kaab pun mendapat hidayah untuk masuk Islam. Setelah masuk Islam, Kaab membuat sair-sair yang isinya memuji dan memuliakan Nabi,” paparnya.
Dari kisah itu, Nabi telah memberikan suri tauladan dalam menyikapi orang-orang yang menghina beliau. Menurut Suaidi, umat Islam seharusnya bisa meneladani kearifan Rasulullah. Demikian juga, ketika Nabi membangun kota Madinah.
Baca Juga : Banyak Anak Putus Sekolah, Anies Prihatin Dengan Kondisi Warga di Jakarta Utara
“Madinah sebagai kota mulia. Di madinah umat Islam hidup berdampingan dengan non-Muslim. Makanya di masa itu Nabi membuat pembagian orang kafir, dzimmi dan harbi. Jika orang Muslim membunuh kafir dzimmi dia mendapatkan qisas (hukum yang berlaku di Madinah). Kita jangan menggunakan politik Khawarij. Mereka menganggap orang yang berbeda dengan golongannya dianggap kafir,” pesannya.
(bimbim – www.harianindo.com)