Jakarta – Baru-baru ini, Emerson Yuntho selaku Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), mengungkap adanya praktik pasang badan dalam persidangan perkara kasus korupsi. Dengan modus membayar terdakwa agar tidak menyeret pihak-pihak lain atau nama besar yang kecipratan uang korupsi tersebut.
Menurut Emerson, dalam persidangan perkara korupsi ada istilah ‘biaya pasang badan’. Hal tersebut berarti imbalan untuk melindungi pihak tertentu. Terdakwa dibayar agar pasang badan dan tidak mau menyebut pihak lain.
Emerson mengamati praktik tersebut ada pada kasus ‘kardus durian’ tentang suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Pasalnya, pejabat Kemenakertrans yang kini telah ditetapkan sebagai terdakwa, mau pasang badan agar tak menyeret menteri yang sebelumnya disebut dalam surat dakwaan.
“Terdakwa melokalisasi dakwaannya bahwa dia adalah pelakunya. Karena itu, maka kasus berhenti pada dia saja,” kata Emerson dalam diskusi bertema KTP Diurus KPK yang digelar Populi Center di Jakarta Pusat, Sabtu (11/3).
Menurut Emerson, biaya pasang badan sudah dimulai sejak proses penyidikan. Umumnya, jelas Yuntho, penerima suap mendekati pesakitan di persidangan melalui orang dekat ataupun keluarga terdakwa. Tujuannya agar terdakwa tidak menyebut nama besar penerima fee.
Baca Juga : Menkum dan HAM Diindikasi Terlibat Korupsi e-KTP, Jokowi : “Serahkan ke KPK”
“Nah biasanya ini terjadi ketika sidang tengah berlanjut,” terang Yuntho.
“Pasangan si terdakwa menyampaikan, ‘papa lebih kaya di penjara daripada dinas’,” tutur Emerson.
(bimbim – www.harianindo.com)