Jakarta – Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mencabut gugatannya kepada pemerintah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pemberhentian sementara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Menurut Wakil Ketua ACTA Herdiansyah, keputusan mencabut gugatan tersebut karena ACTA tidak ingin dijadikan kambing hitam karena Mahkamah Agung dalam suratnya ke Mendagri Tjahjo Kumolo memilih tak berpendapat karena sudah ada gugatan mengenai status Ahok.
“Kami tegaskan bahwa sejak 16 Februari 2017, ACTA telah mencabut gugatan PTUN kepada pemerintah soal pemberhentian sementara Ahok, yang telah menjadi terdakwa,” ujar Herdiansyah dalam keterangannya kepada media, Kamis (23/2/2017).
“Alasan utama pencabutan gugatan itu adalah ACTA tidak ingin gugatan kami justru dijadikan kambing hitam atau alasan untuk menunda pemberhentian Ahok, yang seharusnya sejak 13 Desember lalu dilakukan,” sambung Herdiansyah.
Menurut Hendiansyah, bila gugatan ACTA tidak dicabut maka putusan paling cepat akan keluar empat hingga liba bulan lagi, sedangkan proses hukumnya bisa memakan waktu hingga lebih dari lima tahun.
“Jika kami menang di PTUN, pemerintah pasti banding ke Pengadilan Tinggi TUN, lalu kasasi, dan PK yang bisa memakan waktu bertahun-tahun. Bahkan bisa jadi perkara ini baru benar-benar inkrah lebih 5 tahun mendatang, yang artinya sudah selesai periode jabatan gubernur 2017-2022,” kata Herdiansyah.
“Namun saat ini semua urusan penundaan pemberhentian sementara Ahok kami serahkan sepenuhnya kepada pemerintah, termasuk konsekuensi politik dan risiko hukum ketatanegaraannya,” ujar Herdiansyah.
Namun demikian Herdiansyah berpendapat, ada atau tidak adanya gugatan dari ACTA seharusnya pemerintah sudah harus mengambil keputusan soal pemberhentian sementara Ahok karena aturannya sudah ada.
“Harus digarisbawahi, jika ada atau tidak gugatan ACTA dan fatwa MA, Ahok tetap harus diberhentikan sementara karena aturannya sudah sangat jelas,” ujar Herdiansyah.
“Kami ingatkan pemerintah untuk tidak menganggap remeh kasus tuntutan pemberhentian Ahok ini. Mereka harus belajar dari kasus di negara-negara lain di mana krisis politik bisa berawal dari pelanggaran hukum yang terang benderang,” sambungnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)