Jakarta – Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku Ketua Umum Partai Demokrat mengisahkan pengalamannya ketika menjabat sebagai presiden selama dua periode. Kritik bertubi-tubi diterimanya sehingga ada pihak mengusulkan agar kelompok kritis dibungkam.
“Situasi panas dan gaduh. Parlemen, pers, kalangan pengamat kritis ke saya, ada unjuk rasa termasuk gerakan mencabut mandat SBY, meski penglihatan saya belum masuk makar. Kewibawaan saya diserang secara vulgar,” kata SBY di JCC, Selasa (7/2).
Dalam kondisi seperti itu, SBY mengaku mendapat bisikan dari berbagai pihak. Orang-orang itu menyarankan SBY sebagai presiden menggunakan kekuasaannya dengan memakai tangan penegak hukum.
“Saya mendapat godaan politik, sangat menggiurkan karena sebagai presiden saya dianggap terlalu baik dan demokratis,” ungkap presiden keenam itu.
SBY disarankan lebih tegas dan keras karena demokrasi tak cocok untuk Indonesia, rakyat jangan diberi ruang terlalu lebar. Para elite politik, pemimpin media massa, pemodal juga harus digembosi jika berseberangan dengan pemerintah.
“Usut pajaknya pasti mereka ketakutan. Penegak hukum cari kesalahan pasti ketemu,” tutur SBY tanpa menyebut pihak yang memberikan masukan.
Mendapat masukan seperti itu SBY memilih memakai logika untuk menentukan sikap. Dia berpikir sederhana meski serangan politik begitu gencar tidak melumpuhkan pemerintah. Dalam waktu 10 tahun kondisi perekonomian juga membaik.
Baca juga: Ahok Jadi Gubernur Lagi, Ancaman Perombakan PNS Kembali Datang
“Kenapa harus berubah jadi pemerintah represif dan otoriter? Saya bersumpah untuk tidak tergoda jadi pemimpin represif,” tegas SBY. (Yayan – www.harianindo.com)