Jakarta – Salah seorang aktivis HAM mengatakan bahwa tidak jelasnya konsep dan tujuan bela negara mengakibatkan kemunculan kasus pelatihan bela negara untuk anggota Front Pembela Islam (FPI) yang diketahui digelar di Lebak, Provinsi Banten, yang difasilitasi oleh Komandan Distrik Militer setempat.
Menurut Pimpinan LSM Imparsial, Al Araf, tujuan, program, maksud dan prasyarat tentang siapa yang berhak ikut dalam bela negara masih belum jelas di mata masyarakat. Hal tersebut lantaran sejauh ini Undang-undang (UU) Bela Negara belum terealisasi.
“Jika bela negara dilakukan tanpa konsep yang jelas, maka ruang-ruang potensi terjadinya upaya paramiliter untuk tujuan-tujuan tertentu menjadi sangat dimungkinkan dan akhirnya menimbulkan kontroversi seperti yang terjadi di Banten,” kata Al Araf kepada awak media, Senin (09/01/2017) siang.
Yang menjadi patokan Kementerian Pertahanan dalam mencetuskan program bela negara sejauh ini adalah UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan. Menurut Al Araf sendiri, hal tersebut tidaklah cukup. Program bela negara telah dimulai sejak pertengahan Oktober 2015 oleh Kementerian Pertahanan. Namun, muncul kritikan dari pegiat HAM dan sejumlah politisi di DPR karena konsepnya dianggap masih belum jelas.
Ketika itu antara lain muncul usulan agar program ini diserahkan tanggungjawabnya kepada Kementerian Pendidikan dan bukan Kemenhan, lantaran konsep bela negara lebih banyak bersentuhan dengan aspek kognitif setiap orang.
“Kalau aspek kognitif, maka instrumen paling efektif untuk membangunnya adalah Kementerian Pendidikan, bukan Kemenhan,” kata Al Araf.
Pasca menimbulkan banyak kritik di media sosial, pimpinan TNI melalui Panglima Kodam Siliwangi, Mayjen Muhammad Herindra, memutuskan untuk mencopot Letkol Ubaidillah dari posisinya sebagai Komandan Distrik Militer 06/03 Lebak, Provinsi Banten.
Pada Senin (09/01/2017) pagi, Pangdam III Siliwangi Mayjen TNI M Herindra mengaku bahwa Ubaidillah telah dicopot dari jabatannya lantaran telah melanggar standar operasional prosedur (SOP) di internal TNI terkait dengan pelatihan bela negara yang melibatkan ormas FPI.
“Pelaksanaan bela negara tersebut tidak melalui SOP yang seharusnya dilakukan, sehingga saya mengambil langkah Dandim saya copot,” kata Herindra kepada wartawan di Serang.
Baca Juga : GP Ansor Minta MUI Telusuri Surat Dukungan Untuk Habib Rizieq Sebagai Imam Besar
“Dia tidak izin dengan saya, maka saya mengatakan pelanggaran serius. Maka saya ambil keputusan bersalah dan saya copot jabatannya dan besok (Selasa, 10 Januari) ada pejabat baru,” jelas Herindraa
(bimbim – www.harianindo.com)