Jakarta – Salah seorang warga penghadang kampanye calon wakil gubernur DKI, Djarot Saiful Hidayat, Naman Sanip (52), akhirnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat pada Rabu (21/12/2016) kemarin. Naman dinyatakan bersalah lantaran mengganggu jalannya kampanye Djarot.
Awal mula Naman terjerat pidana dimulai pada tanggal (9/11/2016) lalu di Kembangan, Jakarta Barat. Ketika itu Djarot hendak pulang usai kampanye di sekitar kawasan tersebut. Akan tetapi, ketika hendak masuk ke mobil, Djarot memutuskan untuk mendatangi para pengunjuk rasa yang berada beberapa meter di belakang mobilnya.
Lantas Djarot pun memanggil Naman yang diketahui merupakan pemimpin unjuk rasa tersebut untuk berdiskusi. Djarot menjelaskan kepada Naman bahwa kegiatannya berkampanye dan mengunjungi suatu wilayah manapun dilindungi oleh Undang-undang. Naman berdalih, penolakan mereka tidak terkait Pilkada DKI 2017 melainkan terkait dugaan penistaan agama oleh Ahok.
“Kalau masalah penistaan agama, ini ada Pak Polisi, Pak. Sudah diproses oleh polisi. Gitu lho, Pak,” jawab Djarot.
Akhirnya, aksi penolakan tersebut dilaporkan ke Bawaslu DKI pada malam harinya oleh tim pemenangan Ahok-Djarot. Akhirnya Bawaslu memutuskan kasus penghadangan tersebut memenuhi unsur tindak pidana pemilu. Bawaslu membuat laporan ke Polda Metro Jaya untuk menyidik kasus tersebut.
Lantas Naman pun ditetapkan sebagai terduga pelaku penghadangan Djarot. Ia diduga telah melanggar Pasal 187 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Polisi yang menyidik kasus tersebut kemudian menangkap Naman pada (22/11/2016). Ia kemudian dibawa ke Mapolda Metro Jaya dan ditetapkan sebagai tersangka.
Naman mengaku kepada polisi, bahwa aksi menghadang Djarot tersebut spontan lantaran tidak suka kepada calon gubernur petahana atau Ahok. Kasus itu masuk ke persidangan pada (13/12/2016). Setelah sekitar delapan hari sidang, Naman akhirnya divonis bersalah oleh mejelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Naman pun telah divonis dua bulan penjara dengan masa percobaan empat bulan. Ketua Majelis Hakim Masrizal menjelaskan bahwa Naman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penghadangan kampanye.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua bulan penjara. Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani,” kata Masrizal.
Atas putusan tersebut, Naman menyatakan keberatan. Dirinya tetap yakin merasa tidak bersalah. Naman menyatakan, dia tidak anarkis ketika kejadian dan tidak ikut meneriakan yel-yel. Naman juga membantah sebagai komandan massa yang berdemo saat itu.
Baca Juga : Cuitan Dwi Estiningsih Menyebut Pahlawan Kafir Harus Berurusan Dengan Hukum
“Saya masih minta waktu Pak,” ujar Naman.
“Itu pandangan majelis hakim, tapi kronologisnya saya tidak bersalah,” kata Naman, seusai persidangan.
“Saya cuma tukang bubur,” kata Naman.
(bimbim – www.harianindo.com)