Jakarta – Polri kini menangangi kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Penanganan kasus tersebut pun adalah ujian bagi lembaga tersebut. Hal tersebut dapat menilai apakah mereka bekerja profesional. Tujuannya, publik percaya bahwa mereka bisa menuntaskan kasus tersebut tanpa menimbulkan gejolak baru.
“Jadi profesionalisme polisi diuji. Profesionalisme dan kepercayaan polisi diuji, dan mereka enggak boleh tertekan,” kata anggota Komisi III DPR Nasir Djamil pada Senin (7/11/2016).
Dia menjelaskan menuturkan, demonstrasi yang dilakukan sejumlah ormas Islam pada Jumat 4 November 2016 bukan bertujuan untuk menekan Polri. Namun, langkah itu diambil untuk mengawal agar dalam menangani kasus ini Polri bertindak profesional dan independen.
“Jadi polisi harus tetap independen, objektif, tidak ingin aparat lakukan A atau B karena tekanan dari siapa pun. Harus bebas dari intervensi. Kalau benar bebas intervensi, saya yakin polisi bisa hasilkan yang terbaik, kalau tidak khawatir ada persoalan baru,” ungkap Nasir.
Terkait adanya gelar perkara secara terbuka seperti yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Nasir memandang hal ini harus menjadi pertimbangan Tito guna menjaga independensi penyidik Polri.
Bila memang ingin adanya gelar perkara terbuka, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta Polri mengonsultasikan langkah tersebut kepada pakar hukum pidana, apakah sudah sesuai dengan aturan yang ada atau belum.
Baca juga: Polri Tegaskan Gelar Perkara Terbuka Bertujuan untuk Transparansi
“Kalau dinilai menyiarkan secara langsung bisa kurangi tekanan atau bisa tambah kepercayaan publik tentu bisa saja dilakukan, tapi harus dikonsultasikan para ahli hukum sehingga enggak timbulkan masalah baru lagi,” tutupnya. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)