Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi ) melantik Ignasius Jonan menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Archandra Tahar menjadi Wakil Menteri ESDM pada Jumat (14/10/2016) di Istana Negara.
Keputusan Jokowi untuk megangkat kembali Archandra Tahar dinilai cacat hukum karena permasalahan status kewarganegaraan dari Archandra Tahar belum tuntas karena masih dalam proses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurut ahli hukum tata negara Bayu Dwi Anggono, keputusan Presiden tersebut dinilai terlalu tergesa-gesa dan tidak mempertimbangan kepastian hukum terlebih dahulu.
“Pengangkatan Arcandra Tahar sebagai Wakil Menteri ESDM di tengah masih belum sepenuhnya tuntas persoalan peneguhan kewarganegaraan WNI-nya tentu sangat mengecewakan,” kata Bayu dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/10/2016).
“Sikap presiden yang justru membenarkan keputusan Menteri Hukum soal peneguhan status WNI Arcandra Tahar dan tidak melakukan koreksi atas keputusan peneguhan tersebut padahal mekanisme peneguhan bagi seseorang yang pernah kehilangan status WNI tidak diatur dalam UU Kewarganegaraan tentu menimbulkan kesan bahwa presiden dan menteri hukum tengah melakukan pelanggaran UU Kewarganegaraan secara berjamaah,” sambungnya.
Menurut Bayu, meskipun Presiden memiliki hak prerogatif, namun kekuasaan Presiden juga dibatasi oleh sumpahnya dan UUD 1945, khusus Pasal 9 ayat 1 yang menyatakan Presiden memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya.
“Sehingga atas dasar sumpah tersebut presiden tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tuntutan legalitas yang menimbulkan ketidakpastian hukum,” terang Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi), Fakultas Hukum Universitas Jember itu.
Selain itu, Bayu juga mempertanyakan integritas dari Archandra Tahar yang pernah memberikan pengakuan tidak benar terkait status kewarganegaraannya.
“Dalam mengangkat seseorang menjadi pejabat publik sebenarnya bukan hanya sekadar aspek legalitas melainkan juga perlu mempertimbangkan aspek integritas. Tentu publik jadi bertanya-tanya tentang cara Presiden menilai aspek integritas ini yaitu apakah seseorang yang tidak jujur menerangkan tentang status warga negara AS yang pernah dimilikinya kepada Presiden dan masyarakat luas saat diangkat menjadi menteri ESDM beberapa waktu lalu masih dapat dikatakan memenuhi kriteria berintegritas dan tidak tercela,” pungkasnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)