Jakarta – Wacana pemerintah untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium, dikhawatirkan akan mengubah pola konsumsi masyarakat dari pertalite kembali ke premium.
“Pertalite adalah produk murni korporasi dari Pertamina.. Artinya , ketika BUMN sukses menjual produknya , maka yang diuntungkan adalah negara, Pemerintah itu sendiri. Maka bagi publik, kebijakan Pemerintah menurunkan harga bbm premium, ini adalah kebijakan yang kontra produktif dengan kepentingan Pemerintah,” kata Pengamat Kebijakan Energi Sofyano Zakaria di Jakarta, Jumat (30/9/2016).
Sementara di lain pihak, kata Sofyano, kebijakan menurunkan harga jual BBM tidak sejalan dengan program dan kebijakan Kementerian BUMN yang selalu berusaha keras agar BUMN mampu selalu meningkatkan kontribusinya bagi pemerintah dengan memberikan dividen yang maksimal.
“Maka ketika masyarakat kembali beralih ke BBM premium karena disparitas harganya dengan pertalite cukup “terasa” , otomatis laba dan dividen BUMN kepada pemerintahpun niscaya akan berkurang pula, padahal disisi lain rakyat dinegeri ini sangat mahfum bahwa pemerintah sedang pusing berat dengan keuangan pemerintah,” papar Sofyano .
Lebih lanjut, langkah menaikan harga jual BBM jenis solar sudah pasti akan diikuti dengan naiknya tarif angkutan , khususnya tarif angkutan barang yang untuk hal ini tidak merupakan “domain” pemerintah untuk menetapkan besarannya.
Dampak dari serta mertanya pengguna kendaraan angkutan barang akan terbebani dan otomatis akan membebani kenaikan tarif itu dengan menaikan harga jual produk mereka pula. Dan ujung ujungnya, rakyat banyak lah yang akan terbebani sebagai “efek domino” dari kebijakan menaikan harga bbm solar tersebut. (Yayan – www.harianindo.com)