Manila – Seorang saksi bernama Edgar Matobato memberikan kesaksian di hadapan Sidang Komite Senat untuk Keadilan dan HAM, Kamis (15/9/2016). Saksi menyebutkan bahwa dirinya pernah diperintahkan oleh Duterte untuk mengebom masjid dan membunuh banyak Muslim di Davao pada 1993.
Saksi mengaku merupakan anggota dari Davao Death Squad (DDS) yang dibentuk oleh mantan Wali Kota Davao ini.
Menurut Edgar Matobato, dulunya dirinya adalah anggota dari Citizen Armed Force Geographical Unit (CAFGU) sebelum kemudian direkrut oleh Duterte untuk bergabung dalam kelompok “Lambada Boys” yang hanya berjumlah 7 orang. Lambada Boys kemudian diubah namanya menjadi Davao Death Squad (DDS).
”Pekerjaan kami membunuh penjahat seperti pengedar narkoba, pemerkosa, penjambret,” kata Motabato.
Pada tahun 1993, anggota DDS makin bertambah banyak seiring dengan dipilihnya para anggota baru oleh Rodrigo Duterte. Di tahun tersebut juga terjadi peristiwa pengeboman Gereja Katedral di Davao.
”Walikota Duterte memberikan perintah banyak dari mereka; warga Muslim di Masjid dibunuh,” beber Matobato, seperti dikutip Inquirer, Kamis (15/9/2016).
Saksi Matobato dihadirkan oleh Senator Leila de Lima yang sebelumnya berseteru dengan Duterte.
”Jadi, Anda telah mengebom, Anda diperintahkan Walikota Duterte. Apakah itu mantan walikota Davao?,” tanya de Lima.
“Ya,” jawab Matobato singkat.
Saat ditanya mengapa Duterte memerintahkan pembunuhan terhadap banyak warga muslim, Matobato menduga bahwa tindakan tersebut sebagai upaya balas dendam karena Gereja Katedral telah dibom.
Duterte memerintahkan untuk menangkap dan membunuh warga muslim yang dicurigai terlibat dalam peristiwa pengeboman Gereja Katedral di Davao.
”Kami melihat Muslim di sana, kami membunuh, kami menguburnya,” ujarnya.
Presiden Duterte sendiri belum memberikan komentar apapun terkait kesaksian dari mantan anak buahnya tersebut.
(Samsul Arifin)