Medan – Ramadhan Pohan disebu-sebut menggunakan nama dari Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) ketika meyakinkan korbannya untuk meminjamkan uang sebesar Rp 4,5 miliar.
Hal ini disampaikan oleh korban sekaligus pelapornya, Laurenz Hanry Hamonangan Sianipar. Atas dasar itulah kuasa hukum Laurenz, Hamdani Harahap, menyampaikan jika kliennya berani untuk meminjamkan uang kepada Ramadhan Pohan. Selain itu, statusnya sebagai calon Wali Kota Medan terkaya pada Pilkada 2015 lalu, membuat Laurenz yakin untuk memberikan uang sebesar Rp 4,5 miliar kepada Ramadhan.
“Dia berusaha membujuk klien saya dengan kata-kata yang menyebut Ramadhan Pohan adalah kandidat terkaya di Medan. Dikatakan jangan takutlah ini akan dibayar satu minggu. Ibas kan mau kemari. Dengan kata-kata demikian, klien kami tergiur untuk serahkan duit itu,” katanya Kamis (21/7/2016).
Kasus ini, sesuai penuturan Laurenz, dimulai dari kedatangan Ramadhan Pohan dan istrinya ke rumah orang tuanya di Jalan Sei Serayu Medan pada 8 Desember 2015 sore. Hari itu merupakan sehari menjelang pencoblosan Pilkada Kota Medan.
Kedatangan Ramadhan beserta istrinya itu ditemani oleh salah seorang tim suksesnya, Linda Panjaitan. Linda inilah, lanjut Laurenz, yang mengenalkan dirinya dengan Ramadhan.
“Dia bilang ada keperluan dan sedang menunggu uang penjualan rumahnya di Jakarta. Jadi dia hanya minjam itu enam hari. Dengan imbalan ditambahin Rp400 juta. Dia juga bilang perlu uang kontan,” jelasnya.
Menurut Laurenz, awalnya, Ramadhan meminta pinjaman sebesar Rp6 miliar. Namun, akhirnya, uang yang dipinjamkan menjadi Rp 4,5 miliar. Ia pun setuju meminjamkan uang. Laurenz kemudian membawa uang tunai Rp500 juta dari rumah dan mencairkan Rp500 juta di Bank Mandiri, Jalan S Parman, Medan dan mengambil Rp 3,5 miliar dari Bank Mandiri Jalan Imam Bonjol, Medan.
“Saya minta buat kwitansi, dia tidak mau. Tapi dia menyerahkan cek kontan senilai Rp 4,5 miliar yang ditandatangani dan lengkap dengan nama dan tanda tangan di bagian belakang. Dia bilang, ini lebih kuat dari kwitansi,” kata pengusaha sawit ini.
Uang tunai itu kemudian diserahkan di bank kepada Linda. Perempuan itu dikawal polisi sesuai perintah Ramadhan. “Sekitar jam tujuh malam, dia (Ramadhan) menelepon menyampaikan terima kasih uang sudah sampai,” ujar Laurenz.
Seminggu berlalu usai uang diberikan, Laurenz tidak bisa menghubungi Ramadhan. Dia pun mencoba mencairkan cek yang diberikan. Tiga kali mencoba, namun ternyata cek tersebut tidak bisa dicairkan karena saldonya tidak cukup. Saldonya ternyata hanya Rp 10 juta. Setelah ditelusuri sejak dibuka, jumlah uang yang ada di rekening tetap di angka Rp 10 juta.
Ramadhan lalu tetap tidak bisa dihubungi hingga bulan Maret. Merasa ditipu, Laurenz kemudian melaporkan penipuan itu ke Polda Sumut pada 18 Maret 2016 dengan nomor laporan STTLP/330/III/2016/SPK. Dalam perkembangannya, Ramadhan dan Linda dijadikan tersangka. Namun, hingga panggilan kedua, Ramadhan selalu mangkir.
Ramadhan pun kemudian dijemput penyidik Polda Sumut dari rumahnya di Jakarta, Selasa (19/7/2016) malam. Ia tiba di Polda Sumut, Selasa (19/7/2016) sekitar pukul 24.00 WIB.
Ramadhan kemudian menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut. Usai diperiksa di Mapolda Sumut, Rabu (20/7/2016) malam, namun penyidik tidak melakukan penahanan terhadapnya. (Yayan – www.harianindo.com)