Dammam – Ulama Kerajaan Arab Saudi, Fayhan Al Ghamdi, dinyatakan bebas oleh pengadilan kota Dammam meski telah menghilangkan nyawa mendiang putrinya sendiri.
Fayhan yang didakwa melakukan kekerasan seksual serta pembunuhan hanya dikenakan denda dan dakwaan terlampau keras mendidik anak.
Seperti dilansir dari Gulf News (Kamis, 27/8/2015), mantan istri pria 40 tahun ini mengaku kecewa mendengarkan keputusan hakim. Pengadilan pun membatalkan kewajiban terdakwa membayar uang darah, semacam denda untuk pelaku pembunuhan dalam sistem hukum Saudi, sebesar 1 juta Riyal (setara Rp 3,7 miliar).
Pengacara Fayhan, Al Khunaizan, mengaku tidak peduli jika publik kecewa dengan putusan hakim. “Yang jelas pengadilan menyatakan klien saya bisa bebas dengan membayar jaminan, banding kami atas putusan pengadilan sebelumnya juga diterima,” ujarnya.
Kasus ini terjadi pada 2012 lalu. Fayhan yang sudah bercerai dengan istrinya, seorang warga negara Mesir, marah melihat putrinya Luma (5 tahun), terus mengunjungi ibunya. Gadis kecil itu dipukuli dengan sabuk serta batangan besi, sampai akhirnya koma. Empat bulan setelah pemukulan paling parah, Luma tewas.
Pada 2013, Pengadilan Hawtat Bani Tamim mengadili pria yang sehari-hari memberi ceramah agama di Provinsi Timur Saudi itu. Hasilnya, Fayhan dianggap bersalah karena melakukan kekerasan serta diduga melakukan kekerasan seksual pada putrinya. Dia dihukum 8 tahun penjara serta dicambuk 800 kali.
Istri muda Fayhan, yang dianggap mendukung kekerasan tersebut, ikut dihukum penjara 10 bulan dan 150 cambukan.
—
Baca juga
Bukannya Bayar, Pelanggan Ini Justru Curi Ponsel PSK Usai Bercinta
Agar Rupiah Tidak Semakin Jebol, Jokowi Terus Berikan Arahan Kepada Menteri Ekonomi
—
Kasus ini menggegerkan warga Saudi, yang menuntut agar Fayhan dihukum mati. Tapi Fayhan selalu menang dalam upaya banding, sehingga hukumannya terus dikurangi.
Ada selentingan Fayhan dilindungi Kerajaan karena berprofesi sebagai ulama. Namun Kementerian Agama Saudi membantah tudingan tersebut. Menurut pemerintah Saudi, nama Fayhan tidak terdaftar secara resmi sebagai ulama yang ditunjuk oleh kerajaan. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)